Heniando Cortes lahir
tahun 1485 di Medellin, Spanyol. Ia termasuk golongan keluarga bangsawan kecil
dan tergolong seorang penakluk Meksiko. Adapun di masa mudanya, ia belajar di
Universitas Salamanca dalam ilmu hukum. Ketika umurnya masuk sembilan belas tahun
ia meninggalkan negri asal kelahirannya Spanyol mengadu nasib untung ke benua
sebelah barat yang baru saja diketemukan.
Pada tahun 1504 dia tiba di
Hispaniola, dia menetap di situ selaku seorang petani terhormat dan "Don
Yuan" ukuran lokal. Tahun 1511 dia ikut serta dalam penaklukan Spanyol
terhadap Kuba. Sesudah petualangan ini dia kawin dengan ipar gubernur kerajaan
untuk Kuba, Diego Velasquez dan ditunjuk jadi walikota Santiago. Tahun 1518
Ve1asquez memilih Cortes jadi kapten ekspedisi ke Meksiko.
Sang gubernur,
waswas terhadap ambisi Cortes segera membatalkan perintahnya tetapi langkah itu
sudah terlambat untuk menyetop Cortes. Dengan 11 kapal, 110 kelasi, 553 tentara
(termasuk dengan hanya 13 senjata api genggam dan 32 busur panah, 10 meriam
berat, 4 meriam ringan dan 16 ekor kuda), Cortes berlayar bulan Februari 1519.
Ekspedisi itu mendarat pada hari Jum'at saat peringatan ulang tahun penyaliban
Nabi Isa di tepi kota yang kini bernama Veracruz.
Cortes berdiam dekat pantai
barang sebentar, mengumpulkan segala informasi hal-ihwal Meksiko. Dia dapat
tahu, orang-orang Aztec yang memerintah Meksiko punya ibukota yang besar
terletak di pedalaman, punya simpanan metal berharga mahal, dan dibenci oleh
suku-suku Indian lainnya yang berada di bawah kekuasaannya. Cortes yang sudah
punya keputusan bulat menuju pedalaman, bergerak maju ingin menduduki daerah
kekuasaan Aztec.
Sebagian prajurit-prajuritnya dicekam rasa takut menghadapi
begitu besar jumlah lawan yang mesti dihadapinya. Melihat gelagat yang bisa
tidak menguntungkan itu, sebelum bergerak Cortes menghancurkan armada
ekspedisinya sehingga sang prajurit tak punya pilihan lain, maju atau habis
mati dibabat Indian. Begitu mengambah pedalaman, Spanyol menghadapi perlawanan
gigih orang Indian suku Tlaxcalan, suku Indian yang bebas berdiri sendiri.
Tetapi sesudah orang-orangnya dikalahkan oleh Spanyol dalam suatu kontak
senjata yang dahsyat dan berlangsung lama, orang-orang Tlaxcalan mengambil
keputusan bergabung dengan Cortes menghadapi Aztec yang dibencinya. Cortes
melanjutkan gerakannya menuju Cholula, tempat kediaman penguasa orang Aztec
Montezuma II, yang sudah siap-siap dengan rencana melakukan serangan mendadak
melabrak Spanyol. Tetapi karena Cortes sudah punya informasi lebih dulu
mengenai niat orang Indian itu, dia gempur lebih dulu dan melakukan penjagalan
besar-besaran terhadap ribuan orang di Cholula.
Sesudah penumpasan itu dia
terus menuju ibukota Tenochtitlan (kini kota Mexico), dan pada tanggal 8
Nopember 1519 masuk dan menduduki kota tanpa perlawanan. Montezuma
dipenjarakan, kemudian dijadikannya boneka. Dari sudut ini tampaknya kerja
penaklukan sudah dirampungkan secara tuntas. Tetapi, pasukan Spanyol lain di
bawah pimpinan Panfilo de Narvaez mendarat dengan membawa perintah menangkap
Cortes.
Cortes meninggalkan sebagian pasukannya di Tenochtitlan dan bergegas
memimpin sisa pasukannya kembali ke pantai. Di situ dia dapat mengobrak-abrik
pasukan Narvaez dan membujuk yang tersisa menggabung dengannya. Tetapi, pada
saat dia bisa kembali ke Tenochtitlan, anak buah yang ditinggalkannya menentang
orang-orang Aztec secara terlampau batas. Pada tanggal 30 Juli 1520 meledak
pemberontakan di Tenochtitlan dan pasukan Spanyol yang mengalami kekalahan
berat mundur ke Tlaxcala.
Tetapi, Cortes dapat peroleh tambahan pasukan dan di
bulan Mei berikutnya dia kembali menggempur Tenochtitlan. Kota itu jatuh
terebut tanggal 13 Agustus. Sesudah itu pendudukan Spanyol atas Meksiko boleh
dibilang aman meskipun Cortes masih harus melakukan pembersihan di
daerah-daerah taklukan di sekitar daerah pedalaman. Tenochtitlan dibangun
kembali dan diberi julukan baru "Meksiko Baru" dan menjadi ibukota
daerah jajahan Spanyol baru.
Menimbang betapa kecilnya pasukan yang dibawa
Cortes tatkala memulai ekspedisi, penaklukannya atas suatu negeri yang
berpenduduk lima juta betul-betul suatu prestasi kemenangan militer yang luar
biasa. Satu-satunya penaklukan atas negeri berpenduduk yang begitu besar
hanyalah yang dilakukan Fransisco Pizarro atas Peru. Sudah jamak jika orang
bertanya-tanya bagaimana bisa dan mengapa bisa Cortes berhasil.
Memang, kuda
dan senjata api yang dimilikinya suatu faktor penyebab. Tetapi, dihitung dari
jumlahnya yang tidak besar tidaklah cukup sebanding dengan hasil sukses yang
diperolehnya. (Perlu dicatat, dua ekspedisi Spanyol terdahulu tak satu pun yang
berhasil menetap dan membuat penaklukan permanen). Sudah barang tentu
kepemimpinan yang melekat pada diri Cortes, keberanian serta kemantapan
tekadnya merupakan penyebab utama kesuksesan.
Faktor lain yang tak kurang pentingnya
adalah kemahiran diplomasinya. Cortes bukan saja menghindar mendorong
orang-orang Indian bersatu melawannya, tetapi dia berhasil membujuk sejumlah
orang-orang Indian bergabung dengannya menghadapi Aztec. Cortes juga dibantu
oleh dongeng Aztec mengenai dewa Quetzalcoatl. Menurut dongeng Indian, dewa ini
sudah keluarkan perintah kepada orang-orang Indian dalam hal pertanian,
pertambangan dan pemerintahan.
Sang dewa itu orangnya tinggi besar, berkulit
putih dan berjanggut tebal. Sesudah berjanji mengunjungi lagi orang-orang
Indian, dia berangkat lewat "lautan timur" yakni Teluk Meksiko. Buat
Montezuma ini jangan-jangan Cortes-lah dewa yang kembali dan ini jelas sekali
tercermin dalam tingkah lakunya. Dengan sendirinya, reaksi Montezuma menghadapi
penjajah Spanyol lemah dan tak punya pendirian tegas.
Faktor terakhir
kesuksesan Spanyol adalah keteguhan agamanya. Buat kita tentu saja penyerbuan
Cortes tak bisa tidak satu tindak agresi yang tiada maaf. Satu perbuatan keji
tanpa adab. Sebaliknya Cortes. Dia anggap dan yakin apa yang dilakukannya itu
bisa dibenarkan secara moral. Dia bisa berkata dan memang begitu dilakukannya
dengan bersungguh-sungguh kepada serdadu-serdadunya bahwa mereka pasti menang
karena mereka berada di pihak yang benar dan karena mereka berjuang di bawah
panji-panji Salib.
Motivasi Cortes memang bersungguh-sungguh dan polos. Bukan
sekali dua kali mempertaruhkan risiko kesuksesan ekspedisinya dengan percobaan
berbahaya tanpa perhitungan untung-rugi untuk mengkristenkan orang-orang
Indian. Kendati Cortes seorang diplomat jempolan ketika berunding dengan
Indian, dia tidak selalu berhasil dalam pergulatan politis dengan
lawan-lawannya sesama Spanyol.
Raja Spanyol menghadiahkannya tanah-tanah yang
membuatnya kaya raya serta mengangkatnya jadi bangsawan tetapi menggesernya
dari kedudukan selaku Gubernur Meksiko. Cortes pulang ke Spanyol tahun 1540 dan
menghabiskan tujuh tahun sisa umurnya mengajukan usul-usul kepada raja supaya
sang baginda berkenan mengembalikan kedudukannya di "Spanyol Baru."
Usaha ini sia-sia belaka. Tatkala Cortes tutup umur ditahun 1547 dekat
Serville, Spanyol, dia merupakan seorang hartawan tetapi dirundung pelbagai
kegagalan.
Tanah perkebunannya yang luas di Meksiko diwariskan kepada
puteranya. Bahwa Cortes punya pembawaan serakah dan ambisius, bukanlah rahasia
lagi. Seorang pengagum yang mengenalnya dari dekat melukiskannya selaku seorang
yang kejam, congkak, serampangan, slebor dan gemar bikin onar. Tetapi
berbarengan dengan itu Cortes pun punya tabiat yang mengagumkan: berani, penuh
kepastian, dan cerdas. Umumnya dia berwatak menyenangkan.
Meski seorang
pemimpin militer yang teguh, dia tidak ganas tanpa alasan. Beda dengan Pizarro
yang umumnya dibenci, Cortes bergaul rapat dengan orang-orang Indian dan
mencoba memerintah mereka dengan kebijakan dan bukan dengan tangan besi. Cortes
berwajah rupawan dan menawan, pokoknya selalu jadi inceran lirikan sudut mata
wanita. Dalam wasiatnya Cortes berkata bahwa dia sebetulnya tidak pasti benar
apakah satu tindakan yang dibenarkan memperbudak bangsa Indian.
Pertanyaan ini
membuatnya susah dan meminta anaknya supaya mempertimbangkan soal ini
masak-masak. Pada jamannya, sikap macam begini teramatlah langka. Orang tak
bakalan bisa membayangkan Fransisco Pizarro (atau Christopher Colombus) ambil
peduli terhadap soal-soal macam ini. Walhasil, orang punya kesan Cortes adalah
orang yang paling beradab dari semua penakluk (Conquistador) Spanyol.
Cortes
dan Pizarro dilahirkan di kota yang berselisih jarak lima puluh mil dan cuma
berselisih waktu sepuluh tahun. Keberhasilan keduanya (yang tampaknya punya
hubungan famili) masing-masing mengesankan. Keduanya menaklukkan daerah yang
hakikatnya berukuran sebuah benua, dan keduanya menancapkan pengaruh bahasa,
agama, kebudayaan. Hampir di seluruh daerah taklukan, kekuasaan politiknya
hingga saat ini tetap di pegang oleh keturunan Eropa.
Gabungan pengaruh antara
Cortes dengan Pizarro sedikit lebih besar ketimbang Simon Bolivar. Penaklukan
mereka mengalihkan kekuasaan politik di Amerika Selatan dari tangan orang
Indian ke tangan orang Eropa. Sedangkan penaklukan Bolivar hanyalah berhasil
mengalihkan kekuasaan politik dari tangan orang Spanyol ke tangan keturunan
Eropa yang lahir di Amerika Selatan. Rasanya ingin menempatkan Cortes lebih
tinggi dalam urutan daftar buku ini daripada Pizarro karena penaklukannya
terjadi lebih dulu dan memberi ilham kepada Pizarro.
Juga, perlawann orang
Indian belumlah berhenti ketika Pizarro meninggal dunia sedangkan Cortes boleh
dibilang berhasil menaklukkan Meksiko secara tuntas. Tetapi, menurut pendapat
saya hal-hal semacam itu agak tidak seimbang dengan pertimbangan-pertimbangan
lain. Gairah penaklukan Spanyol dan kelebihan persenjataannya jelas merupakan
ancaman baik buat Aztec maupun Inca. Peru, yang terlindung oleh pegunungan
punya kesempatan banyak untuk bertahan menjaga kemerdekaannya.
Keberanian
Pizarro dan serangannya yang berhasil telah mengubah jalannya sejarah dalam
makna yang sebenar-benarnya. Tetapi, wilayah kekuasaan Aztec tidaklah bergunung
seperti halnya Peru. Dan pula, perbatasan Meksiko (tidak seperti Peru) berada
di Samudera Atlantik, karena itu lebih memudahkan pasukan Spanyol. Itu
sebabnya, tampak penaklukan Meksiko oleh Spanyol jauh lebih memungkinkan dan
mudah. Tetapi, tentu saja keberanian Cortes dan kepemimpinannya amat membantu
mempercepat proses penaklukan itu