Pandangan
tentang kebahagian tidaklah sama. Perbedaan ini pada dasarnya mengacu pada
perbadaan pandangan tentang hakikat tabiat manusia, kebutuhan asasinya untuk
kehidupan dunia dan akhirat dan corak hidup yang diyakininya. Untuk itulah
mengapa manusia dalam menggapai kebahagiaan terbagi dalam beberapa aliran.
1. Aliran
kaum Spritual.
2. Aliran
kaum materialistik naturalis.
3. Aliran
rasional.
4. Aliran
Islam.
Pertama:
Aliran kaum Spritual. Aliran ini terdiri dari kaum filosof dan sufi yang
berpendapat bahwa kebahagiaan sejati pada dasarnya terletak dalam kehidupan
spritual. Setiap kali manusia mengalami kemajuan dalam spritual bathiniyah,
akan bertambah kebahagiaannya. Sehingga, menurut aliran ini, manusia harus
senantiasa mengontrol batinnya, untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
Demikian pula, manusia harus menata batinnyaagar senantiasatenang dan tentram.
Kedua:
Aliran kaum materialistik naturalis. Aliran ini berpendapat bahwa kebahagiaan asasi
terletak dalam kehidupan material. Menurut mereka, setiap kali manusia
tenggelam dalam kehidupan material, memenuhi semua kebutuhan materialnya, maka
bertambahlah kebahagiannya. Tentu, aliran ini berseberangandengan aliran
spritual. Semua yang berbaur materi, menurut aliran ini adalah faktor utama
yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan yang ingin mereka capai.
Ketiga:
Aliran rasional. Aliran ini berpendapat bahwa kebahagiaan sejati terletak dalam
kehidupan rasional, ilmiah. Setiap kali manusia melangkah maju dalam dalam
kehidupan rasional, seperti hikmah, ma’arifah dan pengetahuan yang luas tentang
kebenaran, bertambahlah kebahagiaannya. Maka, aliran ini menganjurkan kepada
setiap manusia untuk memperbanyak ilmu agar dalam hidup ini manusia bisa
membaca keadaan.
Keempat:
Aliran Islam. Aliran ini berpendapat bahwa kebahagian akan akan terwujud
apabila manusia memadukan ragam
kehidupan; kehidupan spritual, kehidupan material dan kehidupan rasional.
Ketiga kehidupan tersebut haruslah berada dalam naungan sinar aqidah dan
nilai-nilai Islam. Barulah manusia akan merasakan kebahagian hakiki. Islam
memuat seluruh kehidupan secara universal. Spritual adalah hal yang penting
dalam hidup, namun demikian manusia tidak boleh melupakan materi dalam
kehidupan di dunia ini.
Padahakekatnya
kebahagiaan adalah perasaan tentang, tentram dan gembira yang berkesinambungan.
Perasaan bahagia lahir sebagai akibat dari perasaan abadi terhadap kebajikan
hidup dan kebajikan perjalanan hidup. Hal itu terjadi karena fitrah manusia
sangat menyukai kebaikan ataupun kebajikan. Sebaliknya, hal yang buruk dan
jelek sangatlah dibenci oleh fitrah setiap
manusia. Maka dari itulah kebahagiaan ini tidak akan terwujud kecuali
dengan beberapa syarat berikut ini:
Pertama:
Selalu merasakan kebajikan diri.
Untuk mewujudkan perasaan ini harus ada empat hal yang harus kita capai.
1. Seluruh
niat atau motif dan tujuan manusia dalam hidup harus baik.
2. Menahan
diri dari segala bentuk kejahatan.
3. Mengerjakan
kebaikan dengan niat yang baik.
4. Segala
pekerjaan seseorang hendaknya sesuai dengan apa yang diyakininya.
Sebab
orang yang berniat buruk atau menginginkan kejahatan tidak mungkin dia merasa
orang baik. Bahkan niat buruk ini akan menyadarkannya bahwa ia bukan orang
baik-baik. Perasaan seperti ini akan mengotori kebersihan diri, menambah duka,
dadanya terasa sesak, selalu bimbang karena khawatir perjalanan hidupnya yang
buruk akan tersingkap dan diketahui khayalak ramai. Allah berfirman dalam surat
At-taubah ayat 45: ‘’Dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu
bimbangdalam keraguan-keraguannya.”
Dalam
hal ini, sekelompok dokter mengatakan bahwa agar urat saraf dalam tubuh
kitasehat, kita harus melatih otak kita untuk berfikir sehat dan bersih. Dengan
demikian kita harus menghindari pikiran kotor. Sebab pikiran-pikiran jahat yang
kotor akan melemahkan dan merusak otak, bahkan mengakibatkan gila.
Sebab
berkehendak untuk berbuat jahat saja sudah ada pengaruhnya terhadap orang yang
berkehendak tadi. Maka berbuat kejahatan tentu lebih berbahaya. Belum lagi kalu
kita bicarakan pandangan ilmuan tentang bagaimana pengaruh dosa karena
perbuatan jahat atas diri perilakunya.
Plato
misalnya, mengatakan: “Orang yang hina akan hancur, karena dia berbuat jahat.”
Karena itulah Rasulullah SAW bersabda: “Kebahagian tidak akan pernah sirna,
dosa tidak akan pernah mati. Maka berbuatlah engkau sekehendakmu, dan sebagai
mana engakau berbuat, engkau akan dibalas.”
Sebab
manusia tidak akan pernah merasakan kebaikan dirinya kecuali bila dia melakukan
kebaikan dengan niat yang baik pula, selalu berusaha semaksimal mungkin untuk
berbuat kebajikan di setiap tempat dalam kondisi apapun. Pada saat itu ada tiga
faktor pendukung yang memberinya rasa kebaikan.
- 1. Perasaan dirinya sendiri.
- 2. Penghormatan oarang lain kepadanya kala mereka membalas kebaikannya dengan pergaulan yang bai, karena ia berbuat baik kepada mereka.
- 3. Bahwa Allah akan memudahkan urusannya, memberinya kehidupan yang sarat dengan kebaikan. Hal ini sesuai dengan firaman Allah dalam surat An-Nahal: ayat 97: “Barang siapa yang mengerjakan Amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keaadan beriman maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”
Atau
tidak bertentangan dengan keyakinannya seminmal mungkin. Sebab apabila
kehidupan praktis seseorang bertentangan dengan keyakinannya, maka dalam
dirinya akan terjadi konflik yang ditimbulkan oleh perasaan yang diyakininya.
Karena itu para filosof dan ahli jiwa memberi nasehat agar ada keselarasan
antara perbuatan dan tujuan dengan norma-norma yang diyakininya.
Plato
misalnya mengatakan; ‘’Jiwa seseorang akan akan mendapatkan ketentraman dan
kekuatan dahsyat manakala selaras dengan perasaan dan perbuatannya dan jiwa pun
akan bahagia. Jiwa tidak boleh menerima beban pikiran atau terperangkap dalam
perbuatan dzholim terhadap hak Tuhan atau hak manusia.” Karena itulah Allah
berfirman dalam QS Al-Maidah ayat 69: Barang siapa beriman kepada Allah dan
Hari Akhir dan beramal sholeh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak pula mereka sedih.”
Seorang
Psikolog terkemuka, Freud mengakui kenyataan tadi dengan mengatakan, “Perasaan
berdosa jauh lebih berbahaya dari penyakit jiwa yang sudah dikenal. Perasaan
ini merupakan penyebab utama timbulnya rasa malu, kurang percaya diri, bimbang,
takut, merasa dungu, merasa hina, rendah diri, selalu curiga dan selamanya
dalam ketakutan.”