Wednesday, September 30, 2015

MEWUJUDKAN KEBAHAGIAN HAKIKI

MEWUJUDKAN KEBAHAGIAN HAKIKI

MEWUJUDKAN KEBAHAGIAN HAKIKI
MEWUJUDKAN KEBAHAGIAN HAKIKI

Pandangan tentang kebahagian tidaklah sama. Perbedaan ini pada dasarnya mengacu pada perbadaan pandangan tentang hakikat tabiat manusia, kebutuhan asasinya untuk kehidupan dunia dan akhirat dan corak hidup yang diyakininya. Untuk itulah mengapa manusia dalam menggapai kebahagiaan terbagi dalam beberapa aliran.

1.     Aliran kaum Spritual.
2.     Aliran kaum materialistik naturalis.
3.     Aliran rasional.
4.     Aliran Islam.

Pertama: Aliran kaum Spritual. Aliran ini terdiri dari kaum filosof dan sufi yang berpendapat bahwa kebahagiaan sejati pada dasarnya terletak dalam kehidupan spritual. Setiap kali manusia mengalami kemajuan dalam spritual bathiniyah, akan bertambah kebahagiaannya. Sehingga, menurut aliran ini, manusia harus senantiasa mengontrol batinnya, untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya. Demikian pula, manusia harus menata batinnyaagar senantiasatenang dan tentram.

Kedua: Aliran kaum materialistik naturalis. Aliran ini berpendapat bahwa kebahagiaan asasi terletak dalam kehidupan material. Menurut mereka, setiap kali manusia tenggelam dalam kehidupan material, memenuhi semua kebutuhan materialnya, maka bertambahlah kebahagiannya. Tentu, aliran ini berseberangandengan aliran spritual. Semua yang berbaur materi, menurut aliran ini adalah faktor utama yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan yang ingin mereka capai.

Ketiga: Aliran rasional. Aliran ini berpendapat bahwa kebahagiaan sejati terletak dalam kehidupan rasional, ilmiah. Setiap kali manusia melangkah maju dalam dalam kehidupan rasional, seperti hikmah, ma’arifah dan pengetahuan yang luas tentang kebenaran, bertambahlah kebahagiaannya. Maka, aliran ini menganjurkan kepada setiap manusia untuk memperbanyak ilmu agar dalam hidup ini manusia bisa membaca keadaan.

Keempat: Aliran Islam. Aliran ini berpendapat bahwa kebahagian akan akan terwujud apabila  manusia memadukan ragam kehidupan; kehidupan spritual, kehidupan material dan kehidupan rasional. Ketiga kehidupan tersebut haruslah berada dalam naungan sinar aqidah dan nilai-nilai Islam. Barulah manusia akan merasakan kebahagian hakiki. Islam memuat seluruh kehidupan secara universal. Spritual adalah hal yang penting dalam hidup, namun demikian manusia tidak boleh melupakan materi dalam kehidupan di dunia ini.

Padahakekatnya kebahagiaan adalah perasaan tentang, tentram dan gembira yang berkesinambungan. Perasaan bahagia lahir sebagai akibat dari perasaan abadi terhadap kebajikan hidup dan kebajikan perjalanan hidup. Hal itu terjadi karena fitrah manusia sangat menyukai kebaikan ataupun kebajikan. Sebaliknya, hal yang buruk dan jelek sangatlah dibenci oleh fitrah setiap  manusia. Maka dari itulah kebahagiaan ini tidak akan terwujud kecuali dengan beberapa syarat berikut ini:

Pertama: Selalu merasakan kebajikan diri. Untuk mewujudkan perasaan ini harus ada empat hal yang harus kita capai.

1.     Seluruh niat atau motif dan tujuan manusia dalam hidup harus baik.
2.     Menahan diri dari segala bentuk kejahatan.
3.     Mengerjakan kebaikan dengan niat yang baik.
4.     Segala pekerjaan seseorang hendaknya sesuai dengan apa yang diyakininya.

Seluruh niat atau motif dan tujuan manusia dalam hidup harus baik.
MEWUJUDKAN KEBAHAGIAN HAKIKI

Sebab orang yang berniat buruk atau menginginkan kejahatan tidak mungkin dia merasa orang baik. Bahkan niat buruk ini akan menyadarkannya bahwa ia bukan orang baik-baik. Perasaan seperti ini akan mengotori kebersihan diri, menambah duka, dadanya terasa sesak, selalu bimbang karena khawatir perjalanan hidupnya yang buruk akan tersingkap dan diketahui khayalak ramai. Allah berfirman dalam surat At-taubah ayat 45: ‘’Dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbangdalam keraguan-keraguannya.”

Dalam hal ini, sekelompok dokter mengatakan bahwa agar urat saraf dalam tubuh kitasehat, kita harus melatih otak kita untuk berfikir sehat dan bersih. Dengan demikian kita harus menghindari pikiran kotor. Sebab pikiran-pikiran jahat yang kotor akan melemahkan dan merusak otak, bahkan mengakibatkan gila.

Menahan diri dari segala bentuk kejahatan.
MEWUJUDKAN KEBAHAGIAN HAKIKI

Sebab berkehendak untuk berbuat jahat saja sudah ada pengaruhnya terhadap orang yang berkehendak tadi. Maka berbuat kejahatan tentu lebih berbahaya. Belum lagi kalu kita bicarakan pandangan ilmuan tentang bagaimana pengaruh dosa karena perbuatan jahat atas diri perilakunya.

Plato misalnya, mengatakan: “Orang yang hina akan hancur, karena dia berbuat jahat.” Karena itulah Rasulullah SAW bersabda: “Kebahagian tidak akan pernah sirna, dosa tidak akan pernah mati. Maka berbuatlah engkau sekehendakmu, dan sebagai mana engakau berbuat, engkau akan dibalas.”

Mengerjakan kebaikan dengan niat yang baik.
MEWUJUDKAN KEBAHAGIAN HAKIKI

Sebab manusia tidak akan pernah merasakan kebaikan dirinya kecuali bila dia melakukan kebaikan dengan niat yang baik pula, selalu berusaha semaksimal mungkin untuk berbuat kebajikan di setiap tempat dalam kondisi apapun. Pada saat itu ada tiga faktor pendukung yang memberinya rasa kebaikan.

  • 1.     Perasaan dirinya sendiri.
  • 2.     Penghormatan oarang lain kepadanya kala mereka membalas kebaikannya dengan pergaulan yang bai, karena ia berbuat baik kepada mereka.
  • 3.     Bahwa Allah akan memudahkan urusannya, memberinya kehidupan yang sarat dengan kebaikan. Hal ini sesuai dengan firaman Allah dalam surat An-Nahal: ayat 97: “Barang siapa yang mengerjakan Amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keaadan beriman maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” 

Segala pekerjaan seseorang hendaknya sesuai dengan apa yang diyakininya.
MEWUJUDKAN KEBAHAGIAN HAKIKI

Atau tidak bertentangan dengan keyakinannya seminmal mungkin. Sebab apabila kehidupan praktis seseorang bertentangan dengan keyakinannya, maka dalam dirinya akan terjadi konflik yang ditimbulkan oleh perasaan yang diyakininya. Karena itu para filosof dan ahli jiwa memberi nasehat agar ada keselarasan antara perbuatan dan tujuan dengan norma-norma yang diyakininya.

Plato misalnya mengatakan; ‘’Jiwa seseorang akan akan mendapatkan ketentraman dan kekuatan dahsyat manakala selaras dengan perasaan dan perbuatannya dan jiwa pun akan bahagia. Jiwa tidak boleh menerima beban pikiran atau terperangkap dalam perbuatan dzholim terhadap hak Tuhan atau hak manusia.” Karena itulah Allah berfirman dalam QS Al-Maidah ayat 69: Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan beramal sholeh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka sedih.”

Seorang Psikolog terkemuka, Freud mengakui kenyataan tadi dengan mengatakan, “Perasaan berdosa jauh lebih berbahaya dari penyakit jiwa yang sudah dikenal. Perasaan ini merupakan penyebab utama timbulnya rasa malu, kurang percaya diri, bimbang, takut, merasa dungu, merasa hina, rendah diri, selalu curiga dan selamanya dalam ketakutan.”