KISAH NABI NUH A.S
Yaitu Nabi Nuh Alaihissalam, salah satu - dari rasul
yang memiliki julukan ulul azmi, yang memiliki kesabaran yang besar. Ia mengajak kaumnya selama - sembilan ratus lima puluh tahun. Subhanallah, waktu
yang tidak cukup lama. Beliau sabar menghadapi celaan kaumnya, ia kuat menghadapi - penentangan mereka.
Di segi yang lain, beliau sangat menghendaki kebaikan dan keimanan kaumnya. Namun sebaliknya mereka enggan menerima ajakan seruan - Nabi Nuh as, malahan kian hari mereka sering menolak dan menentang.-
KISAH NABI NUH A.S |
Di segi yang lain, beliau sangat menghendaki kebaikan dan keimanan kaumnya. Namun sebaliknya mereka enggan menerima ajakan seruan - Nabi Nuh as, malahan kian hari mereka sering menolak dan menentang.-
Mengenai penolakan kaumnya, Nabi Nuh
alaihissalam mengadu kepada - Allah swt. Dia merasakan tidak ada
peluang kebaikan dan keimanan lagi dari kaumnya. Akhirnya Allah swt.
memberitahu Nuh bahwa kaumnya tidak akan ada - yang mau beriman lagi.
“Dan diwahyukan kepada Nuh,
bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di - antara kaummu, kecuali orang yang
telah beriman (saja). Karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka
kerjakan.” (Huud: 36)
Ketika mengetahui bahwa Allah swt. telah memutuskan
kalimat-Nya bahwa tidak akan ada yang beriman seorang pun dari mereka setelah
ini, Allah telah menutup - kalbu mereka dan menguncinya dengan gembok yang kuat,
Nabi Nuh alaihissalam berkata,
“Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika - Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan kecuali anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (Nuh: 26-27)
“Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika - Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan kecuali anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (Nuh: 26-27)
Allah swt. mengabulkan pengaduan Nabi Nuh dan
memerintahkan-nya untuk bersiap-siap mengadakan penyelamatan bila tiba saatnya. “Dan
buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah
kamu bicarakan dengan Aku - tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya
mereka itu akan ditenggelamkan.” (Huud: 37)
Melaksanakan Perintah Tanpa Ragu (Bahtera Nabi Nuh)
Nabi Nuh menjauh dari pusat kota untuk- membuat
bahtera. Ia mulai bekerja. Sampai di sini, ia pun tidak luput dari celaan dan
hinaan kaumnya.
Melaksanakan Perintah Tanpa Ragu (Bahtera Nabi Nuh) |
Sebagian mereka mengatakan, “Wahai Nuh, kamu sebelum
ini mengaku sebagai Nabi dan Rasul, bagaimana sekarang kamu menjadi tukang
kayu? Apakah - kamu melepaskan kenabian? Ataukah kamu lebih suka menjadi tukang
kayu?”
Sebagian yang lain mengatakan, “Kamu membuat bahtera
di tempat yang jauh dari sungai dan laut? Apakah kamu mengharapkan banjir akan
menjalankan bahteramu? - Atau kamu paksa angin akan membawanya terbang?”
Nabi Nuh tidak menggubris hinaan dan celaan mereka. Ia
dengan santun melalui omong kosong mereka, sambil berkata, “Jika kamu
mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian
mengejek (kami). Kelak kamu akan - mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab
yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal.” (Huud: 38-39)
Nabi Nuh berkonsentrasi membuat bahtera. Ia menyusun
kayu-kayu, mengguatkan susunan-susunannya, sampai akhirnya jadilah bahtera
besar dan kokoh. Nabi Nuh menunggu keputusan Allah swt. sampai akhirnya Allah
swt mewahyukan kepadanya: “Jika sudah datang keputusan Kami, telah tampak
tanda-tanda ayat-ayat Kami, maka berlindunglah kamu di dalam bahtera, dan
bawalah orang yang beriman dari keluarga dan kaummu, dan bawalah setiap hewan
dan tanaman masing-masing sepasang.”
Tibalah putusan Allah swt., yaitu ketika pintu-pintu
langit terbuka dengan mengguyurkan hujan yang sangat deras, sedangkan bumi
memancarkan sumber air yang sangat kencang, hingga menyebabkan air bah meluap,
meninggi dan terus meninggi. Nabi Nuh bergegas menuju - bahteranya dengan
melaksanakan segala - perintah Tuhannya, yaitu membawa manusia, hewan, dan
tanaman berpasangan.
Tawakkal kepada Allah ( NABI NUH A.S Beserta Kaumnya Yang Beriman)
Bahtera melaju dengan nama Allah
swt., Dzat yang menjalankan dan melepasnya. Kadang bahtera melaju dengan
tenang, kadang - melaju dengan goncangan hebat.
Tawakkal kepada Allah (NABI NUH A.S Beserta Kaumnya Yang Beriman) |
Tsunami menggulung setiap yang
diterjangnya. Ombak menggunung mengubur orang-orang kafir. Busa air bah bak
kain kafan yang menyelimuti mereka. Mereka berjuang - menyelamatkan diri dari
maut, padahal maut mengejar dan mengalahkan mereka. Mereka melawan ombak,
justru ombak menggilas mereka.
Nabi Nuh dan kaumnya tenang di
atas bahtera, sampai akhirnya ia melihat putranya, Kan’an – penentang Allah,
membenci dan menjauh dari ayahnya – berusaha menyelamatkan diri dari gulungan
ombak yang dahsyat. Ia terlihat berusaha memegang tali agar selamat, atau
menuju bukit agar terhindar dari tsunami. Akan tetapi maut mengincar dirinya.
Melihat kejadian itu, Nabi Nuh sebagai seorang ayah
merasa kasihan. Cinta dan kasih-sayang seorang ayah bergolak. Nabi Nuh
memanggil putranya dengan harapan panggilan itu sampai pada kalbu, sehingga ia
mau beriman. Atau sampai pada perasaan yang paling dalam sehingga ia mau
mendengar seruan ayahnya. “Wahai putraku, mau ke mana kamu? - Kamu lari dari takdir Allah dan keputusan-Nya menuju takdir dan
keputusan-Nya yang lain. Kemari beriman, wahai putraku, kamu akan bersatu lagi
dengan keluargamu, dan kamu akan selamat dari tsunami ini.”
”Dan bahtera itu berlayar membawa
mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak
itu berada di tempat yang jauh - terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal)
bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (Huud: 42)
Seruan sang ayah rupanya tidak
sampai pada lubuk hatinya, tidak sampai ke relung kalbunya. Ia menyangka mampu
menghindar dari keputusan Allah swt., ia mengira bisa selamat dari takdir-Nya.
Kan’an menjawab, ”Menjauhlah kamu dari saya, karena saya akan mencari
perlindungan ke gunung yang dapat menyelamatkanku dari air bah ini!”
Nabi Nuh menyeru dengan penuh
kegalauan dan kekhawatiran, ”Wahai putraku, tidak ada yang melindungi hari
ini dari azab Allah selain Allah - (saja) yang Maha Penyayang. Dan gelombang
menjadi penghalang antara keduanya. Maka jadilah anak itu termasuk orang-orang
yang ditenggelamkan.” (Huud: 43)
Melihat putranya tenggelam di
depan mata kepalanya, Nabi Nuh berujar dengan penuh kesedihan dan duka cita: “Ya
Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguh-nya janji Engkau
itulah yang benar. Dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.” (Huud: 45)
Allah swt. menegur Nabi Nuh,
“Wahai Nuh, ia bukan dari anggota keluargamu, ia juga bukan dari keluarga
besarmu. Ia telah menentang, ia telah nyata-nyata kufur, maka jangan kamu
anggap ia sebagai keluargamu, kecuali orang yang telah beriman - kepadamu,
mempercayai risalahmu, mengikuti dakwahmu. Itulah keluargamu yang Aku janjikan
akan selamat dan mendapatkan kemenangan. ”Dan Kami selalu berkewajiban
menolong orang-orang yang beriman.”(Rum: 47)
Adapun orang-orang yang menentang
risalahmu, mendustakan kalimat Tuhanmu, ia keluar dari anggota keluargamu, jauh
dari syafa’atmu, meskipun kalian - ada hubungan darah atau nasab.
Allah berfirman: -“Hai Nuh,
Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan
diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu
janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui
(hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan
termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (Huud: 46)-
Nabi Nuh A.S Mengakui Kesalahan dan Segera
Bertaubat
Seketika itu Nabi Nuh paham bahwa
perasaannya telah menjerumuskan kepada kesalahan. Dorongan cinta telah
menutupinya dari kebenaran. Ia lebih pantas menengadahkan tangan bersyukur
kepada Allah swt. yang telah menyelamatkan dirinya dan orang-orang beriman dari
tsunami, dan - atas ditimpakannya kehancuran dan ditenggelamkannya orang-orang
kafir. Nabi Nuh kembali kepada Allah swt., memohon ampun atas kesalahan dirinya
seraya berlindung akan murka-Nya. Ia berkata:
Nabi Nuh A.S Mengakui Kesalahan dan Segera Bertaubat |
”Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan - kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Huud: 47)
Ketika tsunami telah sampai
puncaknya, dan orang-orang dzalim telah tergilas olehnya, langit tidak lagi
menurunkan hujan, bumi tidak lagi memancarkan sumber air, dan bahtera pun
selamat menepi di Bukit Judi. Bukit Judi terletak di Armenia sebelah selatan,
berbatasan dengan Mesopotamia.
“Dan difirmankan: Hai bumi
telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah, dan air pun disurutkan,
perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan
dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim.” (Huud: 44).
Dikatakan kepada Nabi Nuh: “Hai
Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu
dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada
(pula) umat-umat yang kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia),
kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami.” (Huud: 48)
Faedah & Hikmah Yang Bisa Di Ambil dari Kisah Nabi Nuh A.S
Pertama, bekal asasi
penyeru dakwah ilallah swt. adalah sabar; sabar dalam terus mengajak kebaikan,
dan sabar atas penolakan objek dakwah. ”Siapakah yang
lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan
amal yang saleh, dan berkata:
Faedah & Hikmah Yang Bisa Di Ambil dari Kisah Nabi Nuh A.S |
“Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Fushshilat: 33-35)
Kedua, tidak lari
dari medan dakwah, sehebat apapun penentangan yang dihadapi. Nabi Nuh tidaklah
memohon agar kaumnya dihancurkan, kecuali setelah Allah swt memberitahunya, bahwa
tidak ada yang akan beriman lagi di antara mereka.
Ketiga, melaksanakan
perintah, tanpa komentar dan meninggalkan larangan tanpa kompromi. Rasulullah
saw bersabda, ”Tinggalkanlah apa yang aku larang, karena penyebab kaum
sebelum kalian hancur adalah karena mereka selalu mendebat dan menyalahi para - nabi mereka. Jika aku larang sesuatu bagimu, maka jauhilah. Dan jika aqku
perintahkan untukmu, maka kerjakanlah sesuai dengan kesanggupanmu.” (HR.
Bukhari, Kitab Shahih Bukhari, Jilid 22, Hal. 255).
Keempat, bahwa tugas
seorang muslim adalah berdakwah, adapun hidayah adalah hak prerogatif Allah swt
saja. Sekalipun itu anak kita sendiri, kalau Allah swt tidak menentukan - mendapat hidayah, maka ia tidak akan beriman. Sebagaimana kisah paman Nabi
Muhammad saw., Abu Thalib yang meninggal dalam keadaan kafir.
Kelima, segera minta
ampun dan beristighfar ketika melakukan kesalahan, sekecil apapun kesalahan itu
dan mengiringinya dengan mengerjakan kebaikan. - Rasulullah saw bersabda, ”Dan
iringilah kesalahan dengan perbuatan kebaikan, agar kebaikan itu menghapusnya.”
(Hadits Shahih berdasarkan syarat Bukhari-Muslim, Kitab Mustadrak Imam
Hakim, Jilid I, Hal. 174).
Oleh karena itu kita harus menyadari, bahwa kehidupan
di dunia ini hanya sementara waktu persinggahan sementara, penuh dengan
permainan. - Namun kita harus ingat, bahwa barang siapa yang di sesati oleh Allah
tidak ada satu pun yang bisa memberikan petunjuk, baik ia dari keluarga nabi
maupun anak nabi sekaligus. Dan barang siapa - yng diberikan hidayah olehnya
tidak ada satu pun manusia yang bisa menyesatkannya.