MARYAM |
Islam mengenal Al-Masih dengan nama Isa Putra Maryam berdasar
firman Allah tersebut. Yang hendaknya menjadi kebanggaan kaum ibu di seluruh
dunia, Isa as dinasabkan Allah kepada Ibunya, Maryam bukan kepada ayah sebagai
lazimnya seorang wanita yang disucikan dan dipilih Allah dari seluruh wanita di
dunia.
Mengenai kelahiran Maryam, al-Qur'an menjelaskan kepada kita
sebagai berikut: "(Ingatlah ketika istri Imran berkata, "Ya Tuhanku,
kunadzarkan kepada-Mu anak yang dalam kandunganku ini menjadi hamba yang shaleh
dan berkhidmat (pada baitul Maqdis). Karena itu terimalah nadzarku ini.
Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui..."
"Ketika istri Imran melahirkan anaknya iapun berucap: Ya
Tuhanku, aku melahirkan seorang anak perempuan! Allah lebih mengetahui anak
yang dilahirkannya itu, dan anak lelaki tidak seperti anak
perempuan(selanjutnya ia berkata): Ia kuberi nama Maryam dan ia beserta anak
keturunannya kuperlindungkan kepada-Mu dari godaan (syetan) yang terkutuk."
"Tuhan menerima nadzarnya dengan baik. Tuhan mendidiknya
dengan baik dan menjadikan Zakaria pemelihara (anak perempuan itu, Maryam).
Tiap Zakaria masuk ke dalam mihrab (ruang khusus untuk beribadah) hendak
bertemu dengan Maryam , ia selalu mendapati makanan di sisi anak perempuan itu.
Zakaria bertanya, "Hai Maryam, dari mana engkau memperoleh makanan
itu?" Maryam menjawab, "Makanan itu dari Allah! Allah memberi rezki
kepada siapa saja yang dikehendaki tanpa penghitung-hitung." (QS. Ali
Imran:35-37)
Sebagaimana banyak diriwayatkan, kisah keibuan Maryam benar-benar
mengesankan. Beliau sosok wanita yang menghadapi ujian hidup sangat berat. Dia
dilahirkan di tengah keluarga yang taat kepada agama dan dari ayah yang ternama
di kalangan Bani Israil (Kaum Yahudi).
Ayah Maryam wafat ketika ia masih anak-anak. Ketika diadakan
undian untuk menentukan siapa yang akan mengasuh Maryam, pilihan jatuh pada
Zakaria, suami bibi Maryam yang juga dikenal sebagai seorang Nabi.Sejak usia remaja Maryam sangat tekun beribadah kepada Allah di
dalam mihrab. Sebagaimana yang dinadarkan ibunya, Maryam rajin mengabdikan diri
di rumah peribadatan. Ia tumbuh menjadi wanita shaleh. Ia dijaga oleh Allah dan
dipilih untuk mengemban amanat rahasia kekuasaan Ilahi.
Pada suatu hari datanglah informasi yang sangat mengejutkannya.
Bahwa atas perkenan Allah Dia akan menitipkan seorang utusan lewat rahim Maryam
yang terpelihara dari noda dan dosa. Tentu saja Maryam sangat terkejut dan
ketakutan mendengar berita Ilahi yang disampaikan oleh Malaikat Jibril
kepadanya. Ia menengadah ke langit seraya berucap dengan penuh tarharu,
"Bagaimana aku akan mempunyai anak, sedang selama ini tidak pernah ada
seorang manusia pun yang menyentuh diriku, lagi pula aku bukanlah wanita
jalang!" Namun Malaikat menjawab, "Demikianlah, Tuhanmu telah
berfirman: Hal itu mudah bagi-Ku (anak itu) akan kami jadikan tanda kekuasaan
Kami bagi ummat manusia dan (juga) sebagai rahmat dari Kami. Ia itu merupakan
soal yang menjadi ketetapan Allah."
Pada akhirnya Maryam berserah diri kepada kehendak Allah yang
telah menjadi suratan takdir-Nya. Tidak lama kemudian setelah itu ia merasakan
janin yang di dalam kandungannya mulai bergerak-gerak. Pada saat itu ia mulai
merasakan hinaan dari kaumnya.
Ia berusaha menghindarkan diri dari berbagai tuduhan yang
menyakitkan itu dengan pergi ke suatu tempat. Ketika saat bersalin sudah tiba,
ia bersandar pada pohon kurma, kemudian ia melahirkan di sebuah kandang ternak.
Pada saat kritis itu ia berucap, "Alangkah baiknya kalau aku mati sebelum
ini dan diriku dilupakan orang!"
Akan tetapi keshalehan dan kesucian Maryam yang sudah diakui
masyarakat selama ini tidak dapat mencegah makian dan cercaan semua orang yang
menyaksikan Maryam telah melahirkan seorang anak lelaki. Semua celan, cemoohan,
gangguan, kebencian, cacian dan fitnah tersebut diterima Maryam dengan tabah
dan sabar.
Namun sebagai manusia ia memiliki juga keterbatasan. Maka untuk
menghindari dari semuanya itu ia pergi ke Mesir. Ia tinggal di sana selama 10
tahun, hidup dengan bekerja memintal kapas dan memunguti butir-butir gandum
sisa panen. Pekerjaan itu ia lakukan sambil menggendong putranya, Isa Al-Masih.
Kasih sayang Maryam kepada puteranya Isa as tercurah hingga Al-Masih menerima
wahyu Ilahi pada usia 30 tahun.
Menyangkut keduanya al-Qur'an menjelaskan, "Kami jadikan dia
(Maryam) dan puteranya sebagai tanda (kekuasaan dan kebesaran-Ku bagi alam
semesta."