Pada umumnya, seorang wanita jika dalam keadaan hamil
akan berhenti haid (menstruasi). Kata Imam Ahmad rahimahullah : “ kaum
wanita dapat mengetahui adanya kehamilan dengan berhentinya haid”.-
Apabila wanita hamil mengeluarkan darah sesaat sebelum
kelahiran ( dua atau tiga hari ) dengan di sertai rasa sakit, maka darah
tersebut adalah darah nifas, tetapi jika terjadi jauh hari sebelum kelahiran
atau mendekati kelahiran tapi tidak disertai rasa sakit, maka darah itu bukan
darah nifas. Jika bukan darah nifas, apakah itu termasuk darah haid yang
berlaku pula baginya hukum-hukum haid atau disebut darah kotor yang hukumnya
tidak seperti hukum darah haid ? ada perbedaan pendapat di antara para ulama
dalam masalah ini.-
Dan pendapat yang benar, bahwa darah tadi adalah darah
haid apabila terjadi pada wanita menurut waktu haidnya. Sebab, pada prinsipnya,
darah yang keluar dari rahim wanita adalah darah haid selama tidak ada sebab
yang menolaknya sebagai darah haid. Dan tidak ada keterangan dalam Al Qur’an
maupun Sunnah yang menolak kemungkinan terjadinya haid pada wanita hamil.-
Inilah pendapat Imam Maliki dan As Syafii, juga menjadi
pilihan Syaikhul Islam Ibni Taimiyah. Di sebutkan dalam kitab Al Ikhtiyar ( hal 30):
“Dan dinyatakan oleh Al Baihaqi menurut salah satu riwayat sebagai pendapat
dari Imam Ahmad, bahkan dinyatakan bahwa Imam Ahmad telah kembali kepada
pendapat ini”.-
Dengan demikian, terjadilah sesuatu pada wanita hamil
ketika haid, sebagaimana apa yang terjadi pada wanita yang tidak hamil, kecuali
dalam dua masalah :-
1. Talak. Diharamkan mentalak (mencerai) wanita tidak hamil dalam
keadaan haid, tetapi itu tidak diharamkan terhadap wanita hamil. Sebab talak
(perceraian) dalam keadaan haid terhadap
wanita yang tidak hamil menyalahi firman Allah subhaanahu wa ta’aala :-
] إذا طلقتم النساء فطلقوهن لعدتهن [
“…
apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada
waktu mereka dapat ( menghadapi) iddahnya ( yang wajar) ( QS. Ath Thalq : 1)-
adapun mencerai wanita hamil dalam keadaan haid tidak
menyalahi firman Allah subhaanahu wa ta’aala. Sebab, siapa yang mencerai
wanita hamil berarti ia menceraikannya pada saat dalam menghadapi masa
iddahnya, baik dalam keadaan haid atau suci, kerena masa iddahnya adalah dalam
kehamilan. Untuk itu, tidak diharamkan mencerai wanita hamil, sekalipun setelah
melakukan jima’ (senggama) , dan berbeda hukumnya dengan wanita tidak
hamil.-
2. Iddah. Bagi wanita hamil iddahnya berakhir pada saat
melahirkan, meski pernah haid ketika hamil ataupun tidak. Berdasarkan firman
Allah subhaanahu wa ta’aala:-
] وأولات الأحمال أجلهن أن يضعن حملهن [
“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu
adalah sampai mereka melahirkan kandungannya” (QS. Ath Thalaq: 4)-