Perkawinan merupakan bagian hidup
yang sakral, karena harus memperhatikan norma dan kaidah hidup dalam
masyarakat. Namun kenyataannya, tidak semua orang berprinsip demikian, dengan
berbagai alasan pembenaran yang cukup masuk akal dan bisa diterima masyarakat. Sekarang
pelaksanaan perkawinan makin bervariasi bentuknya.
Mulai dari perkawinan lewat
kantor urusan agama (KUA), perkawinan bawa lari, sampai perkawinan yang kurang
populer di kalangan masyarakat, yaitu kawin kontrak. ''Kawin kontrak tidak
hanya merambah kota-kota besar, tetapi anehnya justru lebih membudaya di sebuah
desa terpencil dengan motivasi ekonomi,'' ujar peneliti dari Universitas
Airlangga (Unair) Surabaya Siri Endah Kinasih di Padang, baru-baru ini.
Desa Kalisat, Kecamatan Rembang,
Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dikenal sebagai desa kawin siri dan kawin
kontrak, sehingga di sana banyak ditemukan perkawinan yang hanya bertahan
sementara sesuai dengan kesepakatan pasangan. Seorang pria bisa melakukan kawin
kontrak di desa itu dengan menyerahkan mas kawin yang telah disepakati calon
pasangan wanita. Tapi pada umumnya emas kawinnya berupa uang, perbaikan rumah,
dan emas. Tidak mengherankan rata-rata wanita di desa itu kawin lebih dari satu
kali.
Kawin siri, menurut arti katanya,
perkawinan yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau rahasia. Dengan kata
lain, kawin itu tidak disaksikan orang banyak dan tidak dilakukan di hadapan
pegawai pencatat nikah. Kawin itu dianggap sah menurut agama tetapi melanggar
ketentuan pemerintah. Namun sesuai dengan hasil penelitian Siri Endah,
perkawinan di Kalisat bisa disebut perkawinan kontrak yang didahului perjanjian
jangka waktu perkawinannya dan mas kawin, yang dalam Islam disebut kawin
kontrak atau dalam bahasa Arab kawin mut'ah.
Secara etimologis, kawin siri atau
kontrak mempunyai pengertian ''kenikmatan'' dan ''kesenangan'', jadi tujuan
perkawinan tersebut untuk memperoleh kesenangan seksual. Secara hukum Islam,
perkawinan kontrak adalah suatu ''kontrak'' atau ''akad'' antara seorang
laki-laki dan wanita tidak bersuami, serta ditentukan akhir periode perkawinan
dan mas kawin yang harus diserahkan kepada keluarga wanita.
Syarat kawin kontrak antara lain
melakukan ijab kabul, ada mas kawin, dan masa waktu perkawinan yang telah
ditentukan sesuai dengan kesepakatan kedua pihak. Seorang laki-laki
diperbolehkan melakukan perkawinan secara serentak sebanyak yang ia inginkan
dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan wanita hanya diperbolehkan melakukan
kontrak dengan seorang laki-laki dalam satu periode.
Pelaksanaan perkawinan kontrak di
Kalisat ternyata punya jaringan, sementara perkawinan itu bisa dilakukan
seorang laki-laki Kalisat atau orang di luar Kalisat. Bila orang itu laki-laki
Kalisat, cukup seorang laki-laki yang ingin kawin kontrak datang ke kiai atau
modin untuk dicarikan jodoh. Kemudian sang kiai mencarikan wanita mana yang
belum memiliki suami. Apabila ada wanita yang belum bersuami, si kiai meminta
orang tuanya bahwa ada seorang laki-laki yang ingin melamar anak wanitanya.
Biasanya orang tuanya langsung
setuju dan memberikan foto anaknya tanpa persetujuan si anak dan pada umumnya
anak wanita langsung setuju, karena takut dianggap ''durhaka'' pada orang tua.
Jadi, pilihan orang tua dianggap pilihan terbaik. Foto tersebut oleh modin
ditunjukkan pada laki-laki yang ingin menikah.
Setelah cocok, si laki-laki tadi
memberikan uang sekitar Rp 100.000 sampai Rp 200.000 untuk biaya pernikahan.
Uang tersebut selain digunakan sebagai biaya pernikahan juga dibagi-bagikan
kepada perangkat desa sebagai biaya keamanan, sementara acara pernikahan cukup
hanya mengundang para tetangga kedua pihak. Sedangkan bagi laki-laki dari luar
Kalisat yang ingin melakukan kawin kontrak prosesnya agak lebih rumit, karena
harus melalui proses ''mangkal'' dan minta bantuan khusus pada tukang ojek.
Tukang ojek ini akan membawa
laki-laki itu pada seorang modin atau kiai untuk mendapatkan informasi wanita
yang belum menikah dan melihatnya secara langsung. Biasanya sebelum datang ke
rumah modin atau kiai, seorang laki-laki tadi diajak berputar-putar. Maksudnya
supaya ongkos perjalanan lebih mahal, namun setelah sampai di rumah modin atau
kiai, kiai langsung menghubungi ''pemasok'' wanita. ''Pemasok'' wanita ini
langsung datang dengan membawa wanita yang biasanya menggunakan jilbab putih
dan duduk menunduk." Kalau laki-laki ini sudah cocok, segera diadakan ijab
kabul dengan mengundang tetangga, modin, atau kiai,'' ujar Sri Endah Kinarsih.
Pada saat ijab kabul, ditentukan
jangka waktu perkawinan dan mas kawinnya, biayanya Rp 500.000 sampai Rp 1 juta.
Namun bila lelaki tadi belum cocok dicarikan sampai cocok, dengan biaya lebih
mahal, antara Rp 1 juta dan Rp 4 juta. Pada umumnya orang-orang itu dikenal
sebagai AMD (Arab masuk desa).
Biaya ini bukan hanya untuk modin
atau kiai tetapi dibagi-bagi kepada wanita yang dikawini, tukang ojek,
''pemasok'', perangkat desa dan polisi sebagai biaya keamanan, serta sebagian
disumbangkan ke musala dan masjid. Setelah ijab kabul, pasangan suami istri ini
bisa langsung tidur bersama di tempat yang telah disediakan oleh modin atau
kiai sebagaimana layaknya pasangan suami istri.
Berdasarkan analisa ahli antropologi
dari Unair menyimpulkan bahwa faktor ekonomi sebagai penyebab utama perkawinan
kontrak. Gadis yang relatif masih muda terpaksa dinikahkan dengan harapan bisa
mengurangi beban keluarga. Meskipun demikian, pelaksanaan ajaran agama di
kalangan masyarakat Kalisat cukup kuat, khususnya menyangkut norma-norma atau
kaidah perkawinan berdasarkan hukum Islam.
Norma-norma Islam dengan konsep
''dosa'' merupakan prinsip dasar pertanggungjawaban kepada Tuhan, yakni
karakteristik dorongan seksual yang merupakan kelemahan pada setiap orang harus
dilawan dengan kepercayaan mereka sendiri. Pernyataan ini menunjukkan dilarangnya
hubungan seksual di luar nikah dan dalam kacamata Islam, kaum wanita secara
seksual dimiliki dan dikontrol oleh kaum laki-laki dengan tugas utama wanita
adalah melayani.
Tafsir keagamaan di Kalisat tetap
memegang peran penting dalam melegitimasi dominasi atas kaum wanita, sehingga
wanita sering dianggap lebih rendah dari laki-laki dan implikasinya adalah
wanita harus mengabdi pada laki-laki. Menurut dia, faktor pendidikan dan
keterbatasan ekonomi menyebabkan kaum wanita di Kalisat hanya tamat sekolah
madrasah, bahkan ada yang tidak tamat. Namun asalkan sudah bisa membaca dan
menulis, para orang tua sudah merasa senang, sehingga mereka banyak menikah di
bawah umur (di bawah 16 tahun).
Pendidikan umum kurang begitu
diutamakan. Yang terpenting pendidikan agama dan mengikuti apa yang dilakukan
oleh kiai, karena kiai sebagai anutan di masyarakat Kalisat. Setelah itu wanita
harus siap berumah tangga. Faktor sosial budaya, berkaitan dengan kebiasaan
kawin muda (rata-rata di bawah umur 16 tahun), sehingga mereka melakukan
perkawinan pada saat mencapai usia yang dianggap pantas untuk menikah dan malu
disebut perawan tua.
Selain itu, peraturan hukum Islam yang sangat
ketat tentang dilarangnya pergaulan laki-laki dengan wanita secara berlebihan
dan dilarangnya hidup bersama di luar nikah, menyebabkan kawin mut'ah dianggap
paling aman untuk terhindar dari pelanggaran norma Islam. Sehingga konsep kawin
mut'ah dianggap wajar.