Wednesday, September 30, 2015

MEMANTAPKAN KEIMANAN

MEMANTAPKAN KEIMANAN

MEMANTAPKAN KEIMANAN
Pernah suatu saat orang Arab Badui berkata kepada Rasulullah Saw :”kami telah beriman .”Dijawab oleh Rasul Saw:”Kamu belum beriman tetapi katakanlah :”Kami telah Islam.” Karena belum masuk iman itu ke dalam hatimu.”

Banyak orang mendakwakan dirinya termasuk orang beriman, padahal iman bukanlah dakwaan,bukan pula pengakuaan lewat ucapan dan bukan hanya penyataan dengan hati, ataupuan amalan dan perbuatan saj. Karena tingkatan seperti  itu barulah pantas bagi mereka yang menyebut dirinya orang Islam. Berapa banyak orang Islam, dia mengucapkan syahadat,mengerjakan sembahyaan,mengerjakan puasa dan naik haji,namun imannya kepada Allah belum dihayatinya,belum disadarinyadan belum diinsafinya.Sehingga keIslamannya itu tidak berkesan dalam hidupnya.

Kita tidak mungkin tahu kadar keimanan kita kecualiAllah. Dan keimanan itu bukanlah sesuatu yang murah harganya.Karena Allah tidak akan membiarkan seorang muslim mengatakan beriman sebelum ia menjalaniujian yang diberikan Allah kepadanya. Sebagaimana firman Allah:”Apakah manusia mengira bahwa mereka akan mengatakan”Kami telah beriman.”sedang mereka tidak diuji lagi?”(QS.Al-Ankabut 2).

Tebal tipisnya keimana kita, akan terlihat pada saat manusia benar-benar  tengah diuji  Allah, dengan segala cobaan , kekurangan,kesedihan dan fitnah-fitnah dunia lainnya. Seperti yang sekarang sedang dialami umat islam, berbagai cobaan,tuduhan, fitnah yang keji tertuju pada islam dan kaum muslimin, kita sedang diuji keimanan kita, ketakwaan kita dan kesabaran kita.          
          
Ujian dan cobaan merupakan sunnatullah dalam rangka membersihkan cacat  orang-orang mukmin dan sebagai ujian yang nantinya menjadi bekal untuk masuk sorga. Apabila kita semua menyadari makna hakiki dari ujian dan cobaan,maka sudah seharusnya kita tetap mempertahankan aqidah atau keimanan. Meskipun harus menderita dan mengalami berbagai kesulitan yang berat,hendaknya kita selalu merasa tenang hidup diantara  kemenangan dan kekalahan. Sehingga aqidah yang digenggam senantiasa kokkoh dan tidak tergoncang. Jangan sampai ujian yang datang menghadang menghilangkan kekuatan dan menjadikan diri merasa terhina bhkan menjadikan kita ragu dengan keimanan kita. Hendaknya kita senantiasa berharap hadirnya pertolongan Allahdan menyerahkan keamanan diri hanya kepada Nya. Kita harus selalu merasa damai atas penjagaan dan perlindunganNya.

Banyak ayat  yang menyebutkan bahwa Allah akan memberikan pertolongan kepada orang beriman . Padahal sebelumnya mencapai pertolongan itu banyak penderitaan yang menimpa orang beriman. Rasulullah dan para sahabatnya pernah mengadu dan memohon kepada Allah “Kapankah pertolongan Allah tiba?”Pernyataan yang terlontar dari ucapan beliau SallaahuA’laihi wasallam yang memili kontak langsung dengan Allah, ini menandakan betapa hebatnya ujian yang mengoncang hatinya. Ucapan ini tidak akan keluar kecuali karena ujian dan cobaan yang mereka rasakan sudah melebihi batas maksimum  . Namun tatkala hati mereka merasa tabah mantap dalam menghadapi ujjian tersrebut ,Allah menyempurnakan kalimatnya dengan firmannya kepada Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi wassalam :”Ingatlah (wahai Muhammad  saw)sesungguhnya pertolongan Allah swt itu amat dekat.”

Dari kandungan wahyu Allah diatas tersirat  bahwa pertolongan Allah selalu tersedia bagi yang berhak menerimanya, yaitu mereka yang tetap kokoh keyakinan nya sampai titik penghabisan, mereka tetap bertahan terhadap ujian berat  tidak pernah sudi menundukkan keala untuk menyerah. Bagi mereka penderitaan membawa mereka merasakan halawatul iman (manisnya  keimanan ). Mereka yakin benar, tidak ada pertolongan yang bisa diharapkan selain dari sisi Allah, sehingga mereka tidak takut  untuk mengatakan kebenaran yang dilandasi dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Seoran g  Ulama Ahmad Syauki biqh mengatakan “sesungguhnya hidup itu adalah perjuangan untuk mempertahankan aqidah.”

Aqidah ini merupakan ruh bagi setiap orang. Dengan berpegang teguh padanya ia akan hidup dalam keadaan damai dan terarah dibawah naungan hidayah Allah, tetapi dengan meninggalkan nya, maka akan matilah semangat kerohanian manusia. Ia bagaikan cahaya yang apabila seseorang itu buta daripadanya, maka pastilah ia akan tersesat dalam liku-liku kehidupan.

Masyarakat  Islam sebagai bangunan yang sempurna akan utuh jika berasaskan akikah yang bersih, mengamalkan syareat Allah , dan berakhlakul karimah. Tentunya semua  ini  tidak akan pernah terwujud dengan begitu saja, kecuali melalui pelaksanaan amaliyyah yang di lakukan secara bertahap, seimbang dan berkesinambungan.

Pada dasarnya umat islam harus sadar bahwa Allah swt menciptakan manusia untuk, menguji kewalesan keimanan. Hal ini sebagai dipaparkan Allah swt dalam sebuah firmannya: “sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang hendak kami menguji keimanannya (dengan perintah dan larangannya) karena itu kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (QS. Al-Insan 2)

Islam sebagai dien (agama) yang robbani menetapkan suatu prinsip yang jelas dan tegas. Didalamnya tidak ada kepalsuan dan tidak ada yang disembunyikan. Bahwa dunia ini (sejak mulai diciptakan sampai berakhir) merupakan medan ujian, bukan tempat pembalasan amal. Medan pembalasan amal akan kita peroleh diakhir nanti. Itulah tempat yang telah ditetapkan bagi setiap hamba.


Berdasarkan prinsip inilah dalam kehidupan dunia seorang mukmin melangkah hanya dengan tujuan untuk mencari keridhoan Allah Subhanahu Wata’ala. Dia akan selalu menjaga dan menahan diri untuk tidak bermaksiat kepada Allah. Dia akan bekerja sungguh-sungguh untuk melewati berbagai ujian hidup dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik (amal sholeh) dan berupaya meninggalkan perbuatan yang buruk. Jika demi kian, ia akan memperoleh kemenangan dan keselamatan yang hakiki sebagai mana yang di jelaskan oleh Allah: “tiap-tiap berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan dalam surga maka sungguh ia telah beruntung (memperoleh kemenangan). Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. AL-Imron:185).