Friday, June 17, 2016

MENYIKAPI DALAM MENGHADAPI MUSIBAH


MENYIKAPI DALAM MENGHADAPI MUSIBAH

MENYIKAPI DALAM MENGHADAPI MUSIBAH

Bencana yang datang tiada henti, bukan hanya di Indonesia saja, tetapi seluruh dunia. Meluluhlantakkan infrastruktur yang sudah di bangun dengan susah payah, hancur dalam tempo sekejab, bangunan, jembatan segala kesenangan dan keindahan berubah menjadi petaka. Mendatangkan kesengsaraan penghuninya, kelaparan, kehausan berbagai penyakit timbul berjangkit dan menular bila tidak segera dicari solusi.



1. Ramat di Balik Musibah

MENYIKAPI DALAM MENGHADAPI MUSIBAH
Merupakan suatu peringatan keras dari Allah s.w.t, agar manusia kembali berjalan sesuai dengan rambu-rambuNya. Kita ini makhluk Allah sudah sepantasnya bersikap sebagai mana yang Dia kehendaki. 

Dalam keimanan, dilangit – berkah dan musibah itu bertemu dan berkelahi. Kalu dimuka bumi ini banyak hamba Allah yang beristigfar, berdzikir, berdoa, dan mendekatkan diri kepada Allah, maka yang menang berkah. Turunlah keberkatan itu. 

Allah berfirman dalam hadist Qudsi: “Saya sesuai dengan prasangka hamba-Ku” namun sebaliknya, kalu banyak yang maksiat, kufur nikmat, munafik, fasik, zalim, murtad, musyrik, kafir maka turunlah musiba dan laknat.  Jadi ketaatan kepada Allah itu magnet keberkatan. Kemaksiatan dan kedzaliman magnet bala musibah. Jadi, tinggal pilih.

Tidak serta merta turun keberkatan dari langit, kecuali karena gerakan makhluk dari muka bumi ini. Allah berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 33: “Kami tidak akan murka dan menadzab, selama mereka beristiqfar”.

Kata ‘mereka’ itu berarti tidak sendiri saja, semua bergerak, semua memohon ampun dan bertaubat. Bala musibah akan berhenti jika kita bertobat kepada Allah, mohon ampun dan bersungguh-sungguh bertaqwa, kita merdekakan negri ini dari korupsi, kemunafikan, kemaksiatan dan kezaliman. Harus ada gerakan massif dan kongkrit.

Mahkamah kesadaran harus terus dibangn, dibangkitkan, karena kalu tidak, Allah yang akan menyadarkannya. Musibah beruntun yang terjadi merupakan bentuk cara Allah menyadarkan kita. Mau sadar tidak, kalu sudah sadar mau insyaf nggak. Jangan lupa ada orang sadar tapi tidak mau insyaf. Kemalangan yang terjadi karena dosa dan kesalahan kita kepada Allah.

Musibah yang terjadi di Dunia ini bisa berarti ujian, peringata, adzab. Nilai berbeda tergantung dari sikap manusianya. Bagi orang yang yang taat kepada Allah, musibah berarti ujian untuk mengangkat derajad dan maqam-nya menjadi lebih tinggi. Tapi bagi orang muslim yang banyak maksiat, ini berarti peringatan. Mudah-mudahan musibah yang terjadi itu memaafkan kesalahannya. 

Maka wafat boleh jadi ampunan Allah. Insya Allah mereka menjadi syuhada yang mendapat ampunan. Adzab tidak akan terjadi pada orang-orang mukmin dan muslim. Hanya terjadi pada pada orang-orang kafir dan musyrik. Jadi, kalau itu musibah dan membawa kematian, bagi orang kafir dan musyrik itu azdab.

Betapa lemah dan tidak berdayanya manusia ketika diterpa bencana, begitu kok sombongnya. Manusia kalau ngomong seperti tak ada Tuhan. Kayaknya kita bertingkah pongah, seakan-akan Allah tidak melihat kita. Kalau dengan bala ini tidak juga sadar, maka akan terjadi bala yang lebih besar. Mungkin ini baru step ‘c’, kalau belum sadar akan terjadi step ‘b’, baru kalu tidak sadar juga step ‘a’. Puncaknya, kalau masih belum sadar juga, maka akan terjadi kiamat.

Musibah yang datang pada hamba-Nya ada;ah wujud kasih sayang Tuhan, sebagai mana sabda nabi Muhammad saw: “Jika Allah mencintai hamba-Nya maka Dia akan mengujinya.” Nah, ujian itu macam ragam corak dan bentuknya, terserah Allah. 

Sebagai orang beriman tidak sepatutnya berputus asa bahkan harus mengadakan instropeksi dan evaluasi atas segala bencana yang menimpa kemudian taubat, tazkiyatun nafs dan tidak hendak mengulangi kesalahan itu, hanya orang bodoh yang ingin jatuh ke lobang dua kali. Bahakan kemurahan Allah dengan musibah tersebut Dia ampuni dosa-dosa dan kesalahan orang yang melakukannya. 

Betapa kekuasaan, keagungan, kemuliaan, kedahsyatan dan keindahan Allah. Allah itu diqjaya, Allah hendak hendak memperlihatkan bahwa kita itu tidak ada apa-apanya.

2. Apa Hikmah di Balik Musibah?

MENYIKAPI DALAM MENGHADAPI MUSIBAH
Dibalik musibah itu rahmat. Ini bedanya mata iman, selalu optimis. Kalu gunung meletus pasti ada kesuburan setelah itu. Kini, semua dunia perhatiannya tertuju ke negri terluntah. Terutama negri ini, jadi semakin sayang dan cinta kepada masyarakat yang dilanda musibah tersebut.

Semua semangat dikarenakan kebersamaan itu ada. Masyarakat yang diuji pun semakin sadar, ternyata mereka tidak sendiri dan di sayangi oleh penduduk negeri ini bahkan dunia. Perhatikan firman Allah surat al-A’raf ayat 96: “Seandainya penduduk negri beriman dan bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah turunkan keberkatan dari langit dan bumi, tapi kalau mereka kufur pada nikmat Allah untuk maksiat, maka Allah turunkan adzab karena kekufuran dan kedzaliman mereka”.

Awal yang baik adalah menjaga khusnudzan, berbaik sangka. Ketika musibah di persepsi sebagai bencana, maka tidak akan jauh-jauh hasilnya. Orang akan merasakan kesengsaraan justru karena ia mempersulit diri dengan asumsinya tentang musibah tersebut. Segala sesuatunya dikeluhkan, disesali, diratapi, sehingga membuatnya terus terpuruk. Ketika musibah di persepsi sebagai adzab, ada musibah yang mungkin terjadi. Ada kekuatan moral untuk bangkit memperbaiki diri. Sama ketika orang mempresepsi musibah sebagai ujian, yang melahirkan kesabaran untuk menjalaninya dan mengupayakan perbaikan dalam hidupnya.

Tak ada kebaikan selain apa yang kemudian dilakukan untuk meneruskan hidup dan mengambil pelajaran dari sisi peristiwa yang telah dilaluinya. Pada setiap kejadian, memang selalu terkadang hikmah. Sayangnya, sulit sekali menemukan orang yang sanggup menangkap hikmah pada setiap kejadian, apalagi mendapat pelajaran darinya. Kebanyakan orang takabur. Mereka yang biasa menerima dan menangkap hikmah, hanyalah orang mengakui keterbatasannya sebagai makhluk.

3. Satu Kesulitan Dua Kemudahan

MENYIKAPI DALAM MENGHADAPI MUSIBAH
Musibah adalah bagian dari kesulitan hidup. Ia juga bagian dari nuansa kehidupan yang tidak hanya kaya akan kesulitan , tapi juga kebahagiaan. 

Kadang-kadang orang tidak bersyukur dan terlupa dengan kebahagiaan yang di raihnya sebelum datang kesulitan. Mereka terus menyalahkan orang lain. Mereka lupa, bahwa pada saat kebahagiaan datang kepada mereka tak satu hal pun dilakukan untuk mensyukurinya.

Musibah adalah ‘buah’ dari kehendak Sang Maha Berkehendak. Maka pasti Dia juga tahu jalan keluarnya. Maka, tak ada tempat kembali yang utama kecuali kepada Allah. Di kembalikan segala urusan dengan ikhtiar yang maksimal. Mudah-mudahan musibah yang melanda negri ini sanggup mendatangkan berjuta hikmah kepada kita. 

Dan mengembalikan kita pada kesadaran bahwa kehendak Allah di atas segalanya. Nikmatilah kesulitan hidup seperti kita menikmati kebahagian hidup. Karana setelah kesulitan akan datang kemudahan dan kebahagiaan. Lalu, waspadalah dan berbekallah karena setelah kebahagian itu akan berganti pula dengan kesulitan atau problematika baru. Karena demikianlah Sunnatullah. Hasbunallah a ni’ mal wakiil, dan Allah sebaik-baik Pelindung (QS Ali Imran: 173).

MENYIKAPI DALAM MENGHADAPI MUSIBAH