Tuesday, June 21, 2016

Catatan Kecil Seputar Negara Islam dan Westmania

Catatan Kecil Seputar Negara Islam dan Westmania

Catatan Kecil Seputar Negara Islam dan Westmania
Catatan Kecil Seputar Negara Islam dan Westmania

Setelah runtuhnya kekhalifa’an Turki (1924), dunia Islam hingga sekarang ramai membicarakan tentang konsep Negara Islam. Selama masa penjajahan, entah kenapa, muslimin tidak sempat untuk membicarakan tentang apa yang mereka derita dan yang harus mereka lakukan untuk sebuah konsep tersebut dan akhirnya secara sengaja kaum muslimin dipisahkan dari ajaran-ajaran agama dan bahkan hingga sekarang mereka seakan-akan terhinggapi apa yang disebut westomania, sejenis penyakit kejiwaan yang menganggap apa yang dating dari Barat adalah segalanya. 

Kekalahan politik dan meliter yang diderita kaum muslimin sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan kaum muslimin dalam jangka yang cukup panjang salah satu diantaranya kaum muslimin mengalami semacam “westoxication” (keracunan terhadap barat) yang berakibat kemandulan dalam berbagai aspek kehidupan dan pada gilirannya kaum muslimin menjadi konsumen ideology-ideologi Barat.

Selang beberapa tahun setelah keruntuhan kekhalifaan turki, satu usaha besar dalam rangka untuk membebaskan dari kungkungan politik dan meliter barat telah dilakukan yang ditandai dengan meledaknya revolusi Iran (1979) yang dimotori oleh Ayatullah Khomeini. Revolusi Iran adalah merupakan usaha yang sangat spektakuler dari kaum muslimin (terlepas dari keterkaitan dengan madhzab tertentu) untuk membebaskan diri hegemoni dan dominasi Barat sebagai eksponen kekuatan yang palin berpengaruh.

Sebenarnya isu penegakan syair Islam lewat Negara bukan hanya saja isu yang hangat pasca Revolusi Iran. Akan tetapi para cendikiawan muslim sebelum Ayatullah Khomeini baik dari dunia Sunni maupun Syi’I telah membicarakan hal ini seperti Muhammad Abduh, Muhammad Al-Ghozali, Syariati dan Bani Sadr. Mereka ingin menggali konsep Negara dan pemerintahan dari khazanah Islam. Akan tetapi, hal ini tidak terlepas dari beberapa kontroversi seputar masalah ini.

Isu Negara Islam dan penegakan syariat di sebagian dunia Islam termasuk di Indonesia merupakan “momok” dan “hantu” yang sangat ditakuti. Negara Islam diidentikan dengan potong tangan bagi pencuri, rajam hingga mati bagi yang berbuat serong dan selingkuh atau merebut milik orang (pinjam istilah dunia sinetron Indonesia). Dalam isu Negara Islam, wanita adalah merupakan second class citizen dan mereka harus memakai cadar. 

Ini adalah merupakan bentuk keracunan dunia Islam dari pengaruh dan hegemoni barat. Pokok permasalahan yang dihadapi oleh umat Isalam sekarang ini adalah ketidakmampuan menghadapi segala pemikiran Barat yang tidak jujur terhadap isu seputar Negara Isalam. Hanya factor kejujuranlah yang mengatakan bahwa hokum-hukum yang bersandarkan kepada wahyu merupakan titik terakhir penyelesaian permasalahan peradaban yang dihadapi manusia.

Beberapa contoh dari hal itu adalah misalnya hukuman potong tangan bagi pencuri. Hokum dengan sungguh sangat jelas mengatakan bahwa hukuman ini tidak dijatuhkan seseorang yang melakukan pencurian dengan alasan untuk menyambung hidup atau alas an keluarga yang nyaris kelaparan karena kekurangan, dan bahkan Islam tidak hanya berhenti di persoalan hukuman terhadap pencurian hanya sekedar untuk makan akan tetapi Islam juga mengataskan kemiskinan. Islam tidak hanya sekedar memperlakukan potong tangan kepada setiap pencuri, tetapi harus memenuhi criteria tertentu.

Juga mengenai kasus hukuman rajam bagi pelaku hubungan intim di luar institusi pernikahan. Islam telah memberikan peringatan tentang hal ini jauh sebelum DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) dicetuskan. Peringatan ini adalah dalam rangka menjaga keutuhan rumah tangga dan dalam rangka menjaga kesehatan fisik manusia dan juga mengontrol  penyalahgunaan fungsi seks dalam kehidupan manusia.

Mengenai kasua kerudung kepala yang diwajibkan atas wanita muslimah adalah dalam rangka menjelmakan kehidupan wanita yang berharkat dan bermartabat. Wanita dengan kerudung kepala, dimaksudkan agar wanita tidak hanya dieksploitasi untuk kebutuhan komersil ataupun bahkan menjual sebagian tubuk tertentu kepada orang yang tidak bertanggung jawab.