Catatan
Kecil Seputar Negara Islam dan Westmania
Catatan Kecil Seputar Negara Islam dan Westmania |
Setelah
runtuhnya kekhalifa’an Turki (1924), dunia Islam hingga sekarang ramai
membicarakan tentang konsep Negara Islam. Selama masa penjajahan, entah kenapa,
muslimin tidak sempat untuk membicarakan tentang apa yang mereka derita dan
yang harus mereka lakukan untuk sebuah konsep tersebut dan akhirnya secara
sengaja kaum muslimin dipisahkan dari ajaran-ajaran agama dan bahkan hingga
sekarang mereka seakan-akan terhinggapi apa yang disebut westomania,
sejenis penyakit kejiwaan yang menganggap apa yang dating dari Barat adalah
segalanya.
Kekalahan politik dan meliter yang diderita kaum muslimin sangat
berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan kaum muslimin dalam jangka yang
cukup panjang salah satu diantaranya kaum muslimin mengalami semacam “westoxication”
(keracunan terhadap barat) yang berakibat kemandulan dalam berbagai aspek
kehidupan dan pada gilirannya kaum muslimin menjadi konsumen ideology-ideologi
Barat.
Selang
beberapa tahun setelah keruntuhan kekhalifaan turki, satu usaha besar dalam
rangka untuk membebaskan dari kungkungan politik dan meliter barat telah
dilakukan yang ditandai dengan meledaknya revolusi Iran (1979) yang dimotori
oleh Ayatullah Khomeini. Revolusi Iran adalah merupakan usaha yang sangat
spektakuler dari kaum muslimin (terlepas dari keterkaitan dengan madhzab
tertentu) untuk membebaskan diri hegemoni dan dominasi Barat sebagai eksponen
kekuatan yang palin berpengaruh.
Sebenarnya
isu penegakan syair Islam lewat Negara bukan hanya saja isu yang hangat pasca
Revolusi Iran. Akan tetapi para cendikiawan muslim sebelum Ayatullah Khomeini
baik dari dunia Sunni maupun Syi’I telah membicarakan hal ini seperti Muhammad
Abduh, Muhammad Al-Ghozali, Syariati dan Bani Sadr. Mereka ingin menggali
konsep Negara dan pemerintahan dari khazanah Islam. Akan tetapi, hal ini tidak
terlepas dari beberapa kontroversi seputar masalah ini.
Isu
Negara Islam dan penegakan syariat di sebagian dunia Islam termasuk di
Indonesia merupakan “momok” dan “hantu” yang sangat ditakuti. Negara Islam
diidentikan dengan potong tangan bagi pencuri, rajam hingga mati bagi yang
berbuat serong dan selingkuh atau merebut milik orang (pinjam istilah dunia
sinetron Indonesia). Dalam isu Negara Islam, wanita adalah merupakan second
class citizen dan mereka harus memakai cadar.
Ini adalah merupakan bentuk
keracunan dunia Islam dari pengaruh dan hegemoni barat. Pokok permasalahan yang
dihadapi oleh umat Isalam sekarang ini adalah ketidakmampuan menghadapi segala
pemikiran Barat yang tidak jujur terhadap isu seputar Negara Isalam. Hanya
factor kejujuranlah yang mengatakan bahwa hokum-hukum yang bersandarkan kepada
wahyu merupakan titik terakhir penyelesaian permasalahan peradaban yang
dihadapi manusia.
Beberapa
contoh dari hal itu adalah misalnya hukuman potong tangan bagi pencuri. Hokum
dengan sungguh sangat jelas mengatakan bahwa hukuman ini tidak dijatuhkan
seseorang yang melakukan pencurian dengan alasan untuk menyambung hidup atau alas
an keluarga yang nyaris kelaparan karena kekurangan, dan bahkan Islam tidak
hanya berhenti di persoalan hukuman terhadap pencurian hanya sekedar untuk
makan akan tetapi Islam juga mengataskan kemiskinan. Islam tidak hanya sekedar
memperlakukan potong tangan kepada setiap pencuri, tetapi harus memenuhi
criteria tertentu.
Juga
mengenai kasus hukuman rajam bagi pelaku hubungan intim di luar institusi
pernikahan. Islam telah memberikan peringatan tentang hal ini jauh sebelum
DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) dicetuskan. Peringatan ini adalah
dalam rangka menjaga keutuhan rumah tangga dan dalam rangka menjaga kesehatan
fisik manusia dan juga mengontrol
penyalahgunaan fungsi seks dalam kehidupan manusia.
Mengenai
kasua kerudung kepala yang diwajibkan atas wanita muslimah adalah dalam rangka menjelmakan
kehidupan wanita yang berharkat dan bermartabat. Wanita dengan kerudung kepala,
dimaksudkan agar wanita tidak hanya dieksploitasi untuk kebutuhan komersil
ataupun bahkan menjual sebagian tubuk tertentu kepada orang yang tidak
bertanggung jawab.