MUSH'AB BIN UMAR |
Sementara itu kesatuan masyarakat Yastrib yang terdiri dari berbagai suku,
selalu dalam kondisi terpecah dan saling curiga, ditambah dengan intrik-intrik
Yahudi yang selalu meniupkan rasa permusuhan di antara mereka. Opini umum saat
itu juga dikuasai Yahudi. Kedaan diperparah dengan kepercayaan tradisi leluhur
dan animisme yang membelenggu cara berpikir masyarakat. Singkatnya, jalan
da'wah di Yastrib masih terasa teramat sulit.
Hasil pengamatan lapangan ini semua memerlukan analisis
dan penyusunan strategi yang briliant, dan juga sekaligus
"bil-hikmah" serta "istiqomah". Perlu pendekatan
kompromistis tanpa harus menyelewengkan nilai-nilai al-Islam. Mereka berpikir
keras dan menyusun strategi. Akhirnya diputuskan untuk menempuh jalan da'wah
sirriyyah (da'wah secara diam-diam).
Dalam musyawarah pasca Aqabah itu, diputuskan juga
untuk menugaskan seseorang untuk menghadap RasuluLlah, meminta kepada beliau
untuk mengirimkan seorang da'i dan instruktur ke Yastrib. Da'i ini dipandang
sangat perlu untuk mengajar "alif-ba-ta"nya ajaran-ajaran Al-Qur'an,
sekaligus menjadi "uswah" mereka dalam cara hidup yang Islami.
Menurut mereka inilah cara terbaik untuk meningkatkan akselerasi da'wah di
Yastrib, tanpa harus kehilangan arah.
RasuluLlah sangat menghargai nilai strategis yang telah
diputuskan oleh kaum muslimin Yastrib, beliau juga sangat memahami obsesi yang
mereka miliki saat itu. Akhirnya, beliau memutuskan untuk mengabulkan
permohonan delegasi Yastrib, serta menunjuk Mush'ab al-Khair bin 'Umair RA.
Tentunya bukan tanpa alasan RasuluLlah memilih pemuda pendiam yang satu ini.
Beberapa sisi kehidupan yang ada pada diri Mush'ab sangat menentukan dalam
mengantarkannya m enduduki jabatan penting ini. Ia adalah kader RasuluLlah
hasil binaan dan tempaan madrasah Arqom bin Arqom. Dengan begitu kualitas dan
taat asasnya sangat terjamin.
Mush'ab adalah tipe muslim yang mengutamakan banyak
kerja. Dengan sikap "sami'na wa atho'na", Mush'ab menerima tugas yang
diamanahkan RasululuLlah ke atas pundaknya. Jadilah ia seorang utusan dari Sang
Utusan. Dengan segera, sesampainya di Yastrib, Mush'ab menemui para naqib
(pimpinan kelompok) yang ditunjuk RasuluLlah di Aqabah. Dengan mereka, Mush'ab
membuat koutline langkah-langkah da'wah yang akan mereka lakukan. Untuk
menghindari benturan langsung dengan masyarakat Yahudi, yang saat itu sangat
geram karena mengetahui bahwa Nabi Terakhir ternyata bukan dari kalangan
mereka, Mush'ab menetapkan untuk mempertahankan jalan da'wah secara sirriyyah.
Disamping itu, ditetapkan kuntuk mempertinggi intensitas da'wah kepada beberapa
kabilah, terutama Aus dan Khajraj, karena kedua kabilah ini dinilai sangat
potensial dan merupakan kunci dalam memudahkan jalan da'wah.
Mush'ab bin Umair terjun langsung memimpin para naqib
dalam berda'wah. Beliau berda'wah tanpa membagi-bagikan roti dan nasi atau
jampi-jampi. Ia meyakini Islam ini adalah dienul-haq, dan harus disampaikan
dengan haq (benar) pula, bukan dengan bujukan apalagi paksaan. Mush'ab terkenal
sangat lembut namun tegas dalam menyampaikan da'wahnya, termasuk ketika ia
diancam dengan pedang oleh Usaid bin Khudzair dan Sa'ad bin Muadz, dua pemuka
Bani Abdil Asyhal. Dengan tenang, Mush'ab berkata: "Mengapa anda tidak
duduk dulu bersama kami untuk mendengarkan apa yang saya sampaikan? Bila tertarik,
alhamduliLlah, bila tidak, kami pun tidak akan memaksakan apa-apa yang tidak
kalian sukai." Keduanya terdiam dan menerima tawaran Mush'ab, duduk
mendengarkan apa yang dikatakannya. Mereka ternyata tidak hanya sekedar
tertarik, dengan seketika keduanya bersyahadat ... dan tidak itu saja mereka
kembali kepada kelompok masyarakatnya dan mengajak mereka semua memeluk Islam.
Demikianlah, satu persatu kabilah-kabilah di Yastrib
menerima Islam. Hampir semua anggota kedua kabilah besar: Aus dan Khajraj, mau
dan mampu menerima Islam. Gaya hidup terasa mulai berubah di Yastrib. Lingkaran
jamaah muslim semakin melebar, hampir di setiap perkampungan ditemui
halaqah-halaqah Al-Qur'an. Potensi ummat telah tergalang, namun demikian
Mush'ab tidak lantas merasa berwenang untuk memutuskan langkah da'wah
selanjutnya. Untuk itu Mush'ab mengirim utusan kepada RasuluLlah untuk meminta
pendapat beliau mengenai langkah da'wah selanjutnya, apakah perlu diadakan
"show of force" dengan sholat berjamaah di Musim haji tiba! Mush'ab
bersama tujuh puluh-an muslim Yastrib menuju Makkah dengan tujuan utama menemui
pimpinannya: RasuluLlah SAW, untuk melaporkan hasil dan problema da'wah di
Yastrib, serta mengantarkan para muslimin Yastrib untuk berbai'ah kepada
RasuluLlah SAW.
Mush'ab tidak berlama-lama di kampung halamannya, karena
tugasnya di Yastrib telah menanti. Beliau 9ksegera kembali bersama rombongan
menuju ke Yastrib untuk semakin menggiatkan aktifitas da'wah, serta
mempersiapkan kondisi bila sewaktu-waktu RasuluLlah dan muslimin Makkah
berhijrah ke Yastrib. Penerapan nilai-nilai Islam di Yastrib berjalan mulus,
murni dan konsekuen. Kaum Yahudi tidak banyak berbicara, mereka melihat
kekuatan muslimin yang semakin besar, sulit untuk dipecah. Singkatnya, saat
itu, kota Yastrib dan mayoritas penduduknya telah siap secara aqidah dan
siyasah (politik). Mereka dengan antusias menantikan kedatangan RasuluLlah d an
muslimin Makkah.
Akhirnya, sampailah para muhajirrin dari Makkah di
Madinah ... Islam berkembang semakin luas dan kuat. Pada titik ini, bukan
berarti Mush'ab minta pensiun, karena beliau menyadari bahwa tugas seorang da'i
tak kenal henti. Beliau tetap terlibat aktif dalam da'wah dan peperangan.
Beliau mendapatkan syahid-nya di medan pertempuran Uhud. RasuluLlah sangat
terharu sampai menitikkkan air mata ketika melihat jenazah Mush'ab. Kain yang
dipakai kuntuk mengkafaninya tidak cukup, bila ditarik untuk menutupi
kepalanya, tersingkaplah bagian k akinya, dan bila di tarik ke bawah,
tersingkaplah bagian kepalanya. RasuluLlah terkenang dengan masa muda pemuda
Quraisy ini yang mempunyai puluhan pasang pakaian yang indah-indah. Saat itulah
RasuluLlah membaca bagian dari surat al-Ahzab ayat 23:
"Sebagian mu'min ada yang telah menepati janji
mereka kepada Allah, sebagian mereka mati syahid, sebagian lainnya masih
menunggu, dan mereka memang tidak pernah mengingkari janji."
Mush'ab
bin 'Umair wafat dalam usia belum lagi 40 tahun. Ia masih muda, tidak sempat
melihat hasil positif dari kerja akbar yang telah dilakukannya. Semoga ALlah
Rabbul Jalil merahmati Mush'ab al-Khair bin 'Umair.