SEMANGAT ORANG-ORANG
BERIMAN
Perbedaan manusia di sisi Allah berada pada ke Imanannya, berapa banyak manusia yang ada di muka bumi ini, namun yang paling beruntung dari sekian banyak manusia adalah orang-orang yang beriman, namun seperti apa yang disabdahkan Rasulullah, bahwa orang-orang yang beriman yang semangat dan kuat lebih baik dari orang-orang beriman yang tidak bersemangat dan lemah, apakah mungkin orang tersebut beriman kalu tidak memiliki semangat maupun kuat, karna...
Perbedaan manusia di sisi Allah berada pada ke Imanannya, berapa banyak manusia yang ada di muka bumi ini, namun yang paling beruntung dari sekian banyak manusia adalah orang-orang yang beriman, namun seperti apa yang disabdahkan Rasulullah, bahwa orang-orang yang beriman yang semangat dan kuat lebih baik dari orang-orang beriman yang tidak bersemangat dan lemah, apakah mungkin orang tersebut beriman kalu tidak memiliki semangat maupun kuat, karna...
Semangat Orang-orang Beriman berasal dari:
1. Iman,
2. Cinta, dan
3. Takwa Mereka kepada Allah
1. Iman,
2. Cinta, dan
3. Takwa Mereka kepada Allah
Semangat &
gairah orang-orang beriman sangat berbeda dari konsep yang banyak dianut
masyarakat jahiliah, yang didasarkan pada kepentingan. Kecintaan orang-orang
beriman kepada Allah dan ketaatan mereka kepada-Nya adalah penyebabnya.
Mereka tidak merasa terikat dengan kehidupan dunia ini seperti para anggota masyarakat jahiliah, tetapi terikat dengan Allah, Yang Maha Pengasih, yang menciptakan mereka dari bukan apa-apa, dan memberi mereka berbagai sarana. Alasan yang terpenting ialah bahwa orang-orang beriman mengevaluasi peristiwa-peristiwa dengan kesadaran yang jernih.
Mereka sadar bahwa Allah menjaga kehidupan seseorang setiap saat, bahwa Dia melindungi semua makhluk, dan bahwa semua makhluk bergantung kepada-Nya. Disebabkan oleh cinta mereka dan ketaatan mereka kepada Allah, mereka berusaha keras untuk memperoleh keridhaan-Nya sepanjang hidup mereka. Hasrat untuk memperoleh ridha Allah merupakan sumber terpenting semangat dan kegembiraan bagi orang-orang beriman. Cita-cita untuk memperoleh ridha Allah dan mencapai surga menjadi sumber energi dan semangat dalam diri orang-orang beriman.
Mereka tidak merasa terikat dengan kehidupan dunia ini seperti para anggota masyarakat jahiliah, tetapi terikat dengan Allah, Yang Maha Pengasih, yang menciptakan mereka dari bukan apa-apa, dan memberi mereka berbagai sarana. Alasan yang terpenting ialah bahwa orang-orang beriman mengevaluasi peristiwa-peristiwa dengan kesadaran yang jernih.
Mereka sadar bahwa Allah menjaga kehidupan seseorang setiap saat, bahwa Dia melindungi semua makhluk, dan bahwa semua makhluk bergantung kepada-Nya. Disebabkan oleh cinta mereka dan ketaatan mereka kepada Allah, mereka berusaha keras untuk memperoleh keridhaan-Nya sepanjang hidup mereka. Hasrat untuk memperoleh ridha Allah merupakan sumber terpenting semangat dan kegembiraan bagi orang-orang beriman. Cita-cita untuk memperoleh ridha Allah dan mencapai surga menjadi sumber energi dan semangat dalam diri orang-orang beriman.
Semangat Orang-orang Beriman
Tidak Pernah Padam
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa
mereka demi membela agama Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Q.s.
al-Hujurat: 15).
Penjelasan ini
menunjukkan bahwa semangat orang-orang beriman bersemayam dalam hati. Hal ini
disebabkan karena perjuangan untuk mendukung nilai-nilai mereka berlangsung
seumur hidup dan hanya ditopang dengan semangat yang bersumber pada keimanan.
Kegigihan orang-orang beriman dalam usaha mereka yang terus menerus juga
dinyatakan oleh Nabi Muhammad saw: “Perbuatan yang paling dicintai Allah
adalah perbuatan yang dilakukan dengan istiqamah.” (H.r. Bukhari).
Faktor lain yang
membuat semangat orang-orang beriman tetap kuat dan segar adalah rasa
penghargaan yang disertai dengan kerinduan dalam hati mereka, yang mereka alami
sepanjang hidup:
“Dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.s. al-A‘raf: 56).
Makna dari “Rasa
takut dan harapan” ialah sebagai berikut: Orang beriman tidak pernah dapat
yakin apakah Allah ridha dengan mereka, dan apakah mereka telah memperlihatkan
perilaku moral yang baik, yang membuat mereka layak mendapatkan surga. Karena
alasan ini mereka takut akan hukuman Allah dan terus-menerus berusaha untuk
menyempurnakan moral. Sementara itu, mereka tahu bahwa melalui gairah dan
ketulusan, mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh ridha
Allah, cinta-Nya dan rahmat-Nya. Mereka mengalami ketakutan dan harapan
sekaligus; mereka bekerja keras tetapi tidak pernah merasa usaha mereka cukup
dan tidak pernah menganggap diri mereka sempurna, sebagaimana dinyatakan dalam
ayat:
“Mereka
takut kepada Tuhannya dan takut dengan hisab (perhitungan amal) yang buruk.”
(Q.s. ar-Ra‘d: 21).
Karena itu,
mereka memeluk agama Allah dengan semangat besar dan melakukan usaha besar
untuk kepentingan ini. Rasa takut kepada Allah menyebabkan mereka tidak
lemah-hati atau lalai, dan perasaan ini mendukung semangatnya. Karena tahu
bahwa Allah memberikan kabar gembira tentang surga bagi mereka yang beriman dan
beramal saleh, sehingga mendorong mereka untuk terus beramal dan memperkuat
komitmennya.
Sebagaimana
terlihat, konsep orang beriman tentang semangat sangat berbeda dari konsep
masyarakat jahiliah. Dibandingkan dengan semangat kontemporer orang-orang
kafir, semangat orang beriman merupakan luapan kegembiraan yang dipelihara oleh
iman kepada Allah. Dia telah memberikan kepada orang-orang beriman kabar
gembira tentang hasil dari semangat yang terus-menerus dalam al-Qur’an:
“Dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin, bahwa sesungguhnya mereka
memperoleh karunia yang besar dari Allah.” (Q.s. al-Ahzab: 47).
Mereka Lebih Dahulu Berbuat
Kebaikan
Iman dan
ketaatan seseorang kepada Allah tidaklah sama. Allah telah menyatakan bahwa
dalam hal keimanan, orang-orang beriman itu memiliki tingkatan-tingkatan
tertentu:
“Kemudian
Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara
hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya dirinya sendiri dan
diantara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada pula yang lebih
dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia
yang amat besar.” (Q.s. Fathir: 32).
Apa yang
memberikan kekuatan kepada mereka yang “lebih dahulu” ialah ketaatan mereka
kepada Allah dan kerendahan hati mereka di hadapan-Nya. Keimanan mereka yang
tulus memberi mereka semangat yang besar untuk berlomba-lomba dalam memperoleh
ridha Allah. Dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa mereka yang berusaha dan berjuang
di jalan Allah dengan harta dan diri mereka akan diberi derajat yang tinggi di
sisi Allah:
“Tidaklah
sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai
uzur dengan orang-orang yang berjihad demi membela agama Allah dengan harta dan
jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing Allah menjanjikan
pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad di atas
orang yang duduk dengan pahala yang besar. Yaitu beberapa derajat daripada-Nya
ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Q.s. an-Nisa’: 95-6).
Mereka yang
“pertengahan” adalah orang-orang yang lebih memilih jalan tengah daripada
berusaha keras dengan hati dan jiwa mereka untuk memperoleh ridha Allah. Tak
diragukan lagi, kondisi mereka di akhirat tidak akan sama dengan mereka yang
lebih dahulu dalam beramal.
Di samping itu,
Allah telah menyebutkan kelompok ketiga di kalangan orang-orang Islam: mereka yang tertinggal dalam hal gairah mereka untuk beramal.
“Dan
sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan
pertempuran).” (Q.s. an-Nisa’: 72).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat
yang dikutip sebelumnya dari Surat Fathir, orang-orang semacam itu menganiaya
diri mereka sendiri, dan keadaan mereka di akhirat akan mencerminkan perbedaan
itu. Sementara mereka yang lebih dahulu dalam beramal akan memperoleh derajat
tertinggi dalam pandangan Allah, tetapi mereka yang lalai akan melihat usaha
mereka hilang kecuali jika mereka bertobat dan mengganti kelalaiannya. Dua ayat
dari al-Qur’an dapat dikutip sebagai contoh tentang masing-masing keadaan:
“Orang-orang
yang beriman dan berhijrah serta berjihad demi agama Allah dengan harta benda
dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah
orang-orang yang mendapat kemenangan.” (Q.s. at-Taubah: 20).
“Mereka
itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan pahala amalnya. Dan yang demikian
itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.s. al-Ahzab: 19).