Tjoet Nja' Dien
“Wanita Besi”
Menaklukkan Belanda
Tjoet Nja' Dien “Wanita Besi” Menaklukkan Belanda by: Dekky Yulisman |
Tanggal 26
maret 1873, sebuah kapal induk Citadel van Antwerpen milik belanda merapat di
perairan antara pulau Sabang dan perairan Aceh. Rakyat Aceh mencium niat busuk
dari kehadiran kapal itu. Penampilan kapal itu bernuansa angkuh, dan
seakan-akan menyuarakan terompet perang. Hal itu dapat dilihat oleh rakyat Aceh
dari sorot mata yang tak bersahabat.
Pemikiran
rakyat Aceh tak meleset. Tak lama setelah merapat, wakil presiden Hindia
belanda, FN. Neuwenhuijzen menabuh genderang perang. Ia memberi komando kepada
para prajuritnya untuk menaklukkan Serambi Mekkah, yang ketika itu dikuasai
oleh kerajaan Aceh. Neuwenhuijzen turun dari kapal kolonial itu diikuti oleh
pasukannya untuk memulai penindasan dan penjajahan di bumi Aceh dengan sikap
pongah. Kehadiran Belanda tersebut digambarkan untuk membentuk pemerintahan
yang tidak legitimate secara agama, budaya, dan administrasi.
Tapi, rakyat
Aceh yang dianggapnya lugu dan tak kuat ternyata tak mudah ditaklukkan. Selama
80 tahun, penjajahan Belanda tak dapat memetik kemenangan. Selalu saja muncul
para pahlawan yang gagah berani tampil melawan kebingisan dan kepongahan
kompeni Belanda. Dan Belanda pun tak pernah memperoleh kemenangan.
Salah satu
pahlawan yang tampil melawan kebengisan Belanda adalah seorang wanita
pemberani. Dialah Tjoet Nja' Dien. Wanita yang dijuluki ”wanita besi” sejak
kecil terlibat langsung atau tidak langsung dalam kancah perang. Dia berjuang
dengan modal psikologis rakyat Aceh menganggap belanda sebagai ureung kaphe
(orang kafir). Dengan modal itulah ia berjuang untuk melawan Belanda.
Setelah
mendapatkan Ibrahim Lamnga sebagai suami, ia bahu-membahu bersamanya berjuang.
Namun tak lama bertempur, Ibrahim Lamnga tewas dalam sebuah pertempuran. Sedangkan
Tjoet Nja' Dien lolos dari maut. Ia berhasil diungsikan ke Monasi, daerah
kekuasaan panglima Polim. Di Monasi, Tjoet Nja' Dien memulihkan kekuatan
pasukannya. Di sini pula ia bertemu Teuku Umar dan menikah dengannya.
Selanjutnya,
untuk menyiasati perjuangan, maka Teuku Umar menyusup kedalam pasukan Belanda
sampai ia dipercayai menjadi panglima perang. Dalam posisi di kubu Belanda,
Teuku Umar harus terpaksa tampil melawan pasukan Aceh. Namun di balik itu
semua, ia melemahkan kekuatan Belanda dengan menguras persenjataannya. Maka
dikemudian hari Belanda mengalami serangan balik.
Dalam perang
gerilya yang sangat panjang tersebut, kembali Tjoet Nja' Dien kehilangan
suaminya. Namun semangat yang tak pernah kendur terus terpelihara sampai usia
memakan kesehatan fisiknya. Akhirnya, kegesitan yang ia miliki berkurang
seiring matanya yang rabun.
Saat keadaan
fisiknya lemah itulah, seorang pembantu setianya Pang Lot diam-diam melaporkan
kepada Belanda tempat persembunyian Tjoet Nja' Dien. Namun, Pang Lot mengajukan
syarat agar Belanda menghormati pahlawan wanita itu dan memberikan pengobatan
terhadap penyakitnya. Belanda setuju, namun Tjoet Nja' Dien hampir saja
melakukan bunuh diri karena tidak mau menerima penghormatan dari penjajah.
Setelah
ditemukan, Tjoet Nja' Dien dikirim ke Kutaraja (kini Banda Aceh) lalu diobati
seperti persetujuan Belanda kepada Pang Lot. Kendati demikian, Belanda masih
ketakutan dengan Tjoet Nja' Dien. Maka, mereka mengirimnya ke Sumedang, Jawa
Barat. Di tempat itu pula Tjoet Nja' Dien menemui ajalnya pada tahun 1908 tepat
ketika Budi Oetomo muncul sebagai organisasi nasional pertama.