Saturday, October 17, 2015

Wanita Besi (Tjoet Nja' Dien)

Tjoet Nja' Dien

“Wanita Besi” Menaklukkan Belanda

Tjoet Nja' Dien  “Wanita Besi” Menaklukkan Belanda
Tjoet Nja' Dien  “Wanita Besi” Menaklukkan Belanda
by: Dekky Yulisman

Tanggal 26 maret 1873, sebuah kapal induk Citadel van Antwerpen milik belanda merapat di perairan antara pulau Sabang dan perairan Aceh. Rakyat Aceh mencium niat busuk dari kehadiran kapal itu. Penampilan kapal itu bernuansa angkuh, dan seakan-akan menyuarakan terompet perang. Hal itu dapat dilihat oleh rakyat Aceh dari sorot mata yang tak bersahabat.

Pemikiran rakyat Aceh tak meleset. Tak lama setelah merapat, wakil presiden Hindia belanda, FN. Neuwenhuijzen menabuh genderang perang. Ia memberi komando kepada para prajuritnya untuk menaklukkan Serambi Mekkah, yang ketika itu dikuasai oleh kerajaan Aceh. Neuwenhuijzen turun dari kapal kolonial itu diikuti oleh pasukannya untuk memulai penindasan dan penjajahan di bumi Aceh dengan sikap pongah. Kehadiran Belanda tersebut digambarkan untuk membentuk pemerintahan yang tidak legitimate secara agama, budaya, dan administrasi.

Tapi, rakyat Aceh yang dianggapnya lugu dan tak kuat ternyata tak mudah ditaklukkan. Selama 80 tahun, penjajahan Belanda tak dapat memetik kemenangan. Selalu saja muncul para pahlawan yang gagah berani tampil melawan kebingisan dan kepongahan kompeni Belanda. Dan Belanda pun tak pernah memperoleh kemenangan.

Salah satu pahlawan yang tampil melawan kebengisan Belanda adalah seorang wanita pemberani. Dialah Tjoet Nja' Dien. Wanita yang dijuluki ”wanita besi” sejak kecil terlibat langsung atau tidak langsung dalam kancah perang. Dia berjuang dengan modal psikologis rakyat Aceh menganggap belanda sebagai ureung kaphe (orang kafir). Dengan modal itulah ia berjuang untuk melawan Belanda.

Setelah mendapatkan Ibrahim Lamnga sebagai suami, ia bahu-membahu bersamanya berjuang. Namun tak lama bertempur, Ibrahim Lamnga tewas dalam sebuah pertempuran. Sedangkan Tjoet Nja' Dien lolos dari maut. Ia berhasil diungsikan ke Monasi, daerah kekuasaan panglima Polim. Di Monasi, Tjoet Nja' Dien memulihkan kekuatan pasukannya. Di sini pula ia bertemu Teuku Umar dan menikah dengannya.

Selanjutnya, untuk menyiasati perjuangan, maka Teuku Umar menyusup kedalam pasukan Belanda sampai ia dipercayai menjadi panglima perang. Dalam posisi di kubu Belanda, Teuku Umar harus terpaksa tampil melawan pasukan Aceh. Namun di balik itu semua, ia melemahkan kekuatan Belanda dengan menguras persenjataannya. Maka dikemudian hari Belanda mengalami serangan balik.

Dalam perang gerilya yang sangat panjang tersebut, kembali Tjoet Nja' Dien kehilangan suaminya. Namun semangat yang tak pernah kendur terus terpelihara sampai usia memakan kesehatan fisiknya. Akhirnya, kegesitan yang ia miliki berkurang seiring matanya yang rabun.

Saat keadaan fisiknya lemah itulah, seorang pembantu setianya Pang Lot diam-diam melaporkan kepada Belanda tempat persembunyian Tjoet Nja' Dien. Namun, Pang Lot mengajukan syarat agar Belanda menghormati pahlawan wanita itu dan memberikan pengobatan terhadap penyakitnya. Belanda setuju, namun Tjoet Nja' Dien hampir saja melakukan bunuh diri karena tidak mau menerima penghormatan dari penjajah.

Setelah ditemukan, Tjoet Nja' Dien dikirim ke Kutaraja (kini Banda Aceh) lalu diobati seperti persetujuan Belanda kepada Pang Lot. Kendati demikian, Belanda masih ketakutan dengan Tjoet Nja' Dien. Maka, mereka mengirimnya ke Sumedang, Jawa Barat. Di tempat itu pula Tjoet Nja' Dien menemui ajalnya pada tahun 1908 tepat ketika Budi Oetomo muncul sebagai organisasi nasional pertama.