Kumpulan Humor
Abu Nawas 10 - Hadiah Bagi Tebakan Jitu
Kumpulan Humor Abu Nawas 10 - Hadiah Bagi Tebakan Jitu |
Kumpulan Humor Abu Nawas 10: menceritakan kisah cerita
atau story sang si cerdik segudang ide-ide yang di milikinya siapa lagi kalau
bukan si sufy Abu Nawas, ada pun tema kisah cerita ini tentang Hadiah Bagi Tebakan Jitu, di saat baginda "Raja Harun
Al Rasyid" kelihatan murung. Semua menterinya tidak ada yang sanggup menemukan
jawaban dari dua pertanyaan Baginda. Bahkan para
penasihat kerajaan
pun merasa tidak mampu memberi penjelasan yang memuaskan Baginda. Padahal
Baginda sendiri ingin mengetahui jawaban yang sebenarnya.
Mungkin karena amat
penasaran, para penasihat Baginda menyarankan agar Abu Nawas saja yang
memecahkan dua teka-teki yang membingungkan itu. Tidak begitu lama Abu Nawas
dihadapkan. Baginda mengatakan bahwa akhirakhir ini ia sulit tidur karena
diganggu oleh keingintahuan menyingkap dua rahasia alam.
"Tuanku yang
mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka maksudkan?" tanya "Abu Nawas" ingin tahu.
"Aku
memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua teka-teki yang selama ini menggoda
pikiranku." kata Baginda.
"Bolehkah hamba
mengetahui kedua teka-teki itu wahai Paduka junjungan hamba."
"Yang pertama,
di manakah sebenarnya batas jagat raya ciptaan Tuhan kita?" tanya Baginda.
"Di dalam
pikiran, wahai Paduka yang mulia." jawab "Abu Nawas" tanpa sedikit pun
perasaan ragu, "Tuanku yang mulia," lanjut "Abu Nawa"s
’ketidakterbatasan itu ada karena adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu
ditanamkan oleh Tuhan di dalam otak manusia. Dari itu manusia tidak akan pernah
tahu di mana batas jagat raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu
mengukur sesuatu yang tidak terbatas."
Baginda mulai
tersenyum karena merasa puas mendengar penjelasan "Abu Nawas" yang masuk akal.
Kemudian Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.
"Wahai Abu
Nawas, manakah yang lebih banyak jumlahnya : bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan
di laut?..."
"Ikan-ikan di
laut." jawab Abu Nawas dengan tangkas.
"Bagaimana kau
bisa langsung memutuskan begitu. Apakah engkau pernah menghitung jumlah
mereka?..." tanya Baginda heran.
"Paduka yang
mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari ditangkapi
dalam jumlah besar, namun begitu jumlah mereka tetap banyak seolah-olah tidak
pernah berkurang karena saking banyaknya. Sementara bintang-bintang itu tidak
pernah rontok, jumlah mereka juga banyak." jawab Abu Nawas meyakinkan.
Seketika itu rasa
penasaran yang selama ini menghantui Baginda sirna tak berbekas. Baginda Raja
Harun Al Rasyid memberi hadiah :Abu Nawas: dan istrinya uang yang cukup banyak.
Tidak seperti biasa,
hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin
menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih
leluasa bergerak.
Baginda mulai keluar
istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di
sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah "Baginda" mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam
barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya
kepada ulama itu.
"Kami
menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami
tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan
yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang
tidak sesuai dengan yang dilihat mata?..." Ulama itu berpikir sejenak kemudian
ia berkata,
"Untuk
mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu
dengan orang yang sedang tidur?... Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit
ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan
memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la merasakan hal semacam itu
seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan
keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta
dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh
saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat
apa yang terjadi di alam barzah?"
Baginda Raja
terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah
itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa
di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah
satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang
lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari
cahaya. Saking ihdahnya maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan
isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.
Baginda sudah tidak
sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil: Setelah menghadap
Bagiri
"Aku
menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku
sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau
sanggup Abu Nawas?"
"Sanggup Paduka
yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil
dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu sarat yang
akan hamba ajukan."
"Sebutkan sarat
itu." kata Baginda Raja.
"Hamba mohon
Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."
"Pintu
apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu
Nawas.
"Apa itu?"
tanya Baginda ingin tahu.
"Kiamat, wahai
Padukayang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah
liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat
adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap
menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat
teriebih dahulu."
Mendengar penjetasan
Abu Nawas Baginda Raja terdiam.
Di sela-sela
kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi,
"Masihkah
Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak menjawab.
Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena Abu
Nawas sudah tahu jawabnya.